REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Pemerintah pusat telah menginstruksikan supaya keramba jaring apung (KJA) yang ada di tiga kaskade waduk di Jabar, harus di-zero-kan. Salah satunya, 28 ribu KJA yang ada di Waduk Jatiluhur, Purwakarta.
Karena itu, PJT II Jatiluhur sebagai pengelola waduk terbesar di provinsi penyangga ibu kota ini, menggandeng Kejaksaan Negeri Purwakarta. Kerja sama ini terkait dengan antisipasi permasalahan hukum.
Direktur Utama PJT II Jatiluhur Djoko Saputro, mengatakan, saat ini, pemerintah pusat sudah menginstruksikan soal Citarum harum. Dalam Perpres No 15/2018 ini, salah satu poinnya menyebutkan seluruh KJA yang ada di kaskade tiga waduk ini harus zero. Sebab, waduk tersebut terintergrasi dengan kebersihan Sungai Citarum.
"Makanya, kami sebagai pengelola Waduk Jatiluhur bersama satgas Citarum harum, terus berupaya untuk menzerokan KJA yang ada," ujar Djoko, usai penandatanganan MoU dengan Kejari Purwakarta, Senin (7/5).
Foto aerial karamba jaring apung (KJA) di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Ahad (16/4).
Dalam kegiatan ini, tidak menutup kemungkinan akan timbulnya masalah. Salah satunya, masalah hukum. Karena itu, pihaknya menggandeng stakeholder dari institusi kejaksaan ini, sebagai antisipasi jika ke depannya muncul persoalan hukum.
Mengingat, kata Djoko, para pemilik KJA ini tak hanya warga lokal yang tinggal di sepanjang bibir Waduk Jatiluhur. Melainkan, ada pihak-pihak lain termasuk pemilik modal besar. Meski demikian, pihaknya akan terus menjalankan perintah dari pemerintah pusat ini.
Dengan kata lain, keberadaan KJA di waduk ini akan zero. Baik ada penolakan ataupun tidak, budidaya ikan dengan cara ini akan dihilangkan. Sebab, ada sejumlah alasan kenapa budidaya ini dilarang.
Salah satunya, akibat budidaya KJA ini lingkungan Waduk Jatiluhur tercemar berat. Pencemaran ini, disebabkan pengendapan dan sedimentasi dari pakan ikan. Limbah pakan itu mengandung sejumlah unsur kimia, yang sifatnya korosif. Sehingga, berpotensi merusak konstruksi bendungan Waduk Jatiluhur.
Selain itu, kualitas air dari Waduk Jatiluhur ini sudah tercemar berat. Padahal, sambung Djoko, 80 persen kebutuhan air warga Jakarta disuplai dari waduk ini. Selain untuk air baku, air dari Jatiluhur ini juga untuk memenuhi kebutuhan irigasi (pertanian) serta industri.
Kebutuhan air Jatiluhur ini sangat tinggi, tetapi kenyataannya kualitas air ini sangat tercemar. Bahkan, berdasarkan penelitian air yang mengalir dari Sungai Citarum ini tidak layak konsumsi.
"Saking pentingnya air waduk ini, maka kami berupaya untuk mengembalikan kelestarian lingkungan waduk ini. Serta airnya harus jernih dan layak konsumsi," ujarnya.
Dengan begitu, tidak ada pilihan lain selain membersihkan KJA ini. Sebagai langkah prepentif, pihak PJT menggandeng unsur kejaksaan. Tetapi, pihaknya ingin dalam kegiatan penertiban ini tidak ada konflik apapun. Apalagi, sampai ke ranah hukum.
Kepala Kejari Purwakarta Syahpuan, mengaku, sangat mengapresiasi dengan adanya kerja sama ini. Apalagi, di 2017 lalu antara PJT II dengan Kejari Purwakarta sudah ada kerja sama. Kerja sama saat ini, merupakan lanjutan dari tahun sebelumnya.
"Kami siap membantu. Apalagi, persoalan penertiban KJA ini sudah menjadi agenda pemerintah pusat. Jadi, kami sangat mengapresiasi dengan kerja sama ini," ujar Syahpuan.