Rabu 02 May 2018 04:35 WIB

Bus tak Dikenal dan Insiden Maut Sembako Monas

Warga diiming-imingi sembako gratis.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah warga berdesakan untuk mengambil sembako gratis saat acara Untukmu Indonesia di kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (28/4).
Foto:
Warga melintas disamping sampah yang berserakan di Taman Monas, Jakarta, Ahad (29/4).

Kisah pilu juga datang dari keluarga Muhammad Rizki yang ternyata menderita down syndrome. Ia juga ditengarai menjadi korban tewas dalam pembagian sembako di acara "Untukmu Indonesia". Rizki adalah warga RT 12/13 Pademangan Barat, Jakarta Utara, yang kesehariannya selalu menempel dengan ibunya.

Terpukul sangat dalam merupakan gambaran kondisi mental ibunda dari Rizki sejak kematian anaknya. Sering kali ia berkeliling berteriak menyebut nama anaknya. Warga yang melihat tidak bisa melarang. Mereka hanya bisa memandangi, mengelus dada, dan mendoakan agar ibunda Rizki bisa secepatnya ikhlas atas kematian nahas anaknya.

"Ibunya (Rizki) belum makan dari Senin malam. Dia suka keliling teriakin nama anaknya. Kita mah sedih banget ngeliatnya. Sekolahnya di SLB sekitar sini. Setiap hari ibunya ya ngurusin Rizki ini makanya sedih banget dia," ujar tetangga keluarga Rizki, Umi Lauren, saat ditemui Republika.co.id di sekitar rumah korban, Selasa (1/5).

Dengan mengenakan kaus berwarna hijau, ibunda Rizki yang bisa dipanggil Ceu Kokom itu menceritakan kronologi kematian anaknya didampingi dengan kuasa hukumnya, Muhammad Fayyadh. Wajahnya masih sayu sehingga cerita kronologi lebih didominasi oleh suara sang kuasa hukum.

"Siang itu, terjadi dorong-dorongan dari belakangnya, tapi Ceu Kokom masih mampu menyelamatkan anaknya. Lalu, ada dorong-dorongan lagi dari depan di situ anaknya jatuh lalu terinjak-injak. Ceu Kokom pun berusaha mengangkat anaknya dan mencoba menghubungi panitia acara," kata Fayyadh menjelaskan.

Ceu Kokom menghampiri seseorang diduga panitia yang tidak menggubris permintaan tolongnya itu. Kemudian, ada dua orang anggota TNI lewat yang sedang lari di sekitar Monas. Lantas Ceu Kokom meminta bantuan pada kedua anggota TNI itu. Kedua anggota TNI itu membawa Rizki ke posko. Ada tujuh dokter di sana, tetapi minim peralatan.

"Di sana dokter minim peralatan dan hanya membaringkan Rizki di tempat tidur. Setelah beberapa lama, akhirnya dokter menyarankan untuk merujuk Rizki ke RS Tarakan. Rizki pun dibawa menuju ke rumah sakit dengan ambulans posko," kata Fayyadh menambahkan.

Kesal dengan pembagian sembako yang tidak jelas dan melihat anaknya kejang-kejang, Ceu Kokom lantas merobek kertas kupon yang ada di genggaman tangannya. Menurut kesaksian Ceu Kokom, pembagian sembako tidak dibagi-bagi dalam satu paket. Untuk mengambil satu paket sembako, pemilik kupon harus menghampiri meja satu per satu dari meja pertama yang menyediakan beras, lalu gula pasir, dan seterusnya.

Saat pembagian sembako, masyarakat harus mengambil satu per satu untuk dijadikan satu paket. Jadi, sembako yang dibagi-bagikan itu belum dijadikan dalam satu paket yang utuh, tetapi harus dihampiri ke tiap-tiap meja, sementara kondisi masyarakat sangat ramai pada saat itu.

Atas kejadian nahas yang diakibatkan pembagian sembako dengan sistem yang tidak jelas itu, Fayyadh akan mendatangi Polda Metro Jaya untuk membuat laporan serta melakukan pendampingan terhadap Ceu Kokom. Kepolisian diharapkan mampu menangani kasus ini hingga tuntas.

Seluruh stakeholder, baik dari panitia penyelenggara acara "Untukmu Indonesia", Pemprov DKI Jakarta, maupun kepolisian, diharapkan bisa mengusut tuntas kasus yang menewaskan dua anak warga Pademangan Barat ini. Karena hingga saat ini, belum ada iktikad baik dari panitia acara untuk mendatangi keluarga kedua korban.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono, membantah dua anak korban tewas yang ditemukan di sekitar Monas pada Sabtu (28/4) lalu akibat mengantre sembako. Argo pun menyebut salah satu korban, yakni MR, memiliki keterbelakangan mental.

"Setelah kita tanya dokter yang jaga, yang bersangkutan kekurangan cairan atau dehidrasi dan suhu badan tinggi. Menurut keterangan orang tua korban, korban ada riwayat keterbelakangan mental," papar Argo saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Selasa (1/5).

Pihaknya membantah bahwa kedua anak tersebut tewas akibat mengantre sembako. Petugas kepolisian di sekitar Monas menyebut korban MJ (13) tergeletak di sekitaran Monas, lalu dibawa ke RS Tarakan masih dalam keadaan hidup. Namun, nahas, beberapa menit kemudian MJ dinyatakan meninggal.

Panitia Forum Untukmu Indonesia (FUI) mengakui adanya miss komunikasi dalam pelaksanaan acara membagi-bagikan sembako di Monas Sabtu (28/4) lalu yang berujung hilangnya nyawa dua anak kecil.

 

Baca juga,  Panitia: Ada Miskomunikasi di Acara Bagi Sembako di Monas.

 

Ketua Panitia FUI Dave Santoso mengatakan, sejak awal pihaknya telah mengajukan izin untuk melaksanakan seluruh kegiatan, termasuk pasar murah. Untuk pasar murah, pihaknya telah membagi-bagikan kupon untuk masyarakat. Namun, belakangan panitia baru mengetahui kalau dalam peraturan gubernur terdapat larangan berjualan di Monas sehingga pihak panitia beralih membagi-bagikan secara gratis.

"Tengah- tengah (acara) kami ditegur, diimbau secara lisan. Seharusnya ada surat, secara tertulis yang bisa jadi landasan kita. Jadi, kami lakukan dengan pertimbangan kalau ini tidak dilaksanakan nanti jadi dampaknya akan lebih luas. Takutnya chaos," kata Dave.

Mengenai kedua anak kecil yang menjadi korban, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian. Namun, menurut Dave, panitia telah berkunjung ke rumah korban dan menyatakan belasungkawa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement