REPUBLIKA.CO.ID, SOLO --- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo merespons baik masukan dari sejumlah budayawan Solo terkait penataan kawasan Sriwedari. Sebelumnya, sejumlah budayawan Solo mendatangi Balai Kota Solo untuk meminta kejelasan terkait penataan kawasan cagar budaya tersebut, termasuk rencana pendidiran Masjid Raya Taman Sriwedari. Para budayawan khawatir luasnya lahan yang digunakan untuk pembangunan Masjid Taman Sriwedari akan menutupi kawasan Sriwedari sebagai heritage dan ikon kota Solo.
Wali Kota Solo Achamd Purnomo mengatakan, di lahan tersebut, Pemkot Solo memang merencanakan penataan bertahap. Penataan dilakukan mulai 2019 sampai 2021. Selain membangun masjid, jelas dia, Pemkot Solo juga akan merevitalisasi gedung wayang orang sebagai bangunan yang mempunyai nilai histori tinggi. Pemkot juga berencana melakukan penataan kawasan penjualan buku-buku bekas di taman Sriwedari.
"Kalau untuk pembangunan masjid itu sangat kecil (luas lahannya) sebagiannya saja. Justru yang besar itu tamannya. Masjidnya kecil, hanya mampu menampung sekitar 1.000 jamaah," tutur Purnomo setelah menemui para budayawan pada Rabu (25/4).
Ia pun menjelaskan, di Sriwedari hanya terdapat empat bangunan yang termasuk cagar budaya, yakni Stadion Sriwedari, Pendopo Degaran, Museum Radya Pustaka, dan bekas Rumah Sakit Jiwa Mangunjayan. Ia memastikan Pemkot Solo telah mengkaji cermat terkait kawasan cagar budaya di kawasan tersebut.
"Dalam melakukan penataan, kami memperhatikan kondisi existing dan sejarah masa lalu. Untuk para seniman, misalnya, nanti bisa melakukan pertunjukan di Segaran," katanya.
Sementara itu, menurut Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Solo, Ahyani, rencana penataan kawasan Sriwedari telah disusun sejak 2015. Pada masterplan penataan kawasan tersebut, jelas dia, pemerintah akan lebih memperbanyak ruang terbuka hijau untuk mendukung pengembalian Sriwedari sebagai kawasan konservasi dan berkhazanah budaya.
Pemkot Solo berencana mengembalikan roh Sriwedari sebagai pusat kebudayaan seperti pada masa Pakubuwono kesepuluh. Sebab itu, jelas dia, dalam pembangunan Masjid Raya Taman Sriwedarri pun, pemkot mengedepankan konsep grand design.