REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menginginkan pelaku kejahatan ringan tidak lagi dibawa ke rumah tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (papas). Sebab, meningkatnya jumlah warga binaan tidak sebanding dengan pembangunan sarana-prasarana yang mampu dibangun pemerintah.
"Sekarang sudah ada sebanyak 240 ribu narapidana yang jadi warga binaan di seluruh Indonesia, dan jumlahnya terus meningkat. Sedangkan, anggaran untuk itu juga terbatas. Fasilitas kami juga terbatas," kata Yasonna di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Jalan Veteran No. 11 Jakarta Pusat, Jumat (13/4).
Karena itu, dia mengusulkan agar pelaku kejahatan yang kategorinya berat saja yang dibina di lapas. Misalnya, orang yang terjerat kasus korupsi, terorisme, atau orang yang menjadi bandar narkoba.
Keinginan tersebut juga dilatarbelakangi dari keprihatinannya melihat berbagai kasus di daerah. Dia mengatakan, selama ini banyak pelaku kasus kejahatan ringan, seperti pencuri buah-buahan, makanan, kayu bakar, atau pencuri barang lain yang harganya tidak seberapa, harus legawa mendapat kurungan penjara hingga lima tahun lamanya.
"Jadi, saya minta pada polisi, hakim, ya kalau kasus ringan begitu, kasih hukuman percobaan satu tahun saja. Karena kalau dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan juga untuk apa," ungkap dia.
Yasonna juga menyampaikan, saat ini banyak warga binaan yang telah mampu berkarya dan terampil bekerja. Karena itu, menurut Yasonna, kementerian akan berusaha menjembatani warga binaan dengan pihak ketiga. Dengan demikian, diharapkan, setelah warga binaan keluar dari lapas, mereka bisa bekerja dan menghasilkan uang dari hasil pelatihan di lapas.
"Nanti kami bekali juga dengan sertifikasi. Lalu, nanti kami akan bekerja sama dengan pihak ketiga," ujar Yasona.