Kamis 05 Apr 2018 23:45 WIB

Amnesty International Sebut UU Penodaan Agama Bermasalah

Usman Hamid mengatakan UU penodaan Agama bisa digunakan sebagai alat politik

Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan bahwa UU Penodaan Agama perlu dibatalkan. Karena dia menilai ketentuan ini bermasalah.

"Secara keseluruhan undang-undang ini bermasalah tidak ada pasal yang terkecuali termasuk beberapa pasal dalam KUHP yang mendukung undang-undang ini," ujar Usman dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/4).

Usman mengungkapkan bahwa pihaknya sudah pernah mengajukan uji materi ketentuan tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada Maret 2009 dan baru diputus oleh Mahkamah pada tahun 2010. Namun Mahkamah menolak permohonan uji materi tersebut.

"Waktu itu pertimbangan Mahkamah menyebutkan bahwa undang-undang tersebut masih diperlukan," ujar Usman.

Lebih lanjut Usman berpendapat bahwa ketentuan tentang penodaan agama ini sesungguhnya telah melemahkan jaminan hukum atas kemerdekaan berpendapat dan beragama di Indonesia. "Ketentuan ini juga bisa digunakan sebagai alat politik pembelahan," kata Usman.

Dia menjelaskan kebijakan ini sering digunakan oleh sejumlah pihak yang kemudian mengarah pada pembelahan masyarakat berdasarkan identitas agama atau perbedaan lainnya. "Sekarang, ketentuan ini juga tidak hanya mengacu pada perbedaan tapi juga pada minoritas seksual," tambah Usman.

Usman menilai bahwa ketentuan ini sangat rentan digunakan untuk melakukan pelanggaran HAM lainnya. Menurut Usman hukum seharusnya dibuat untuk mencegah orang berbuat kekerasan atau diskriminasi terhadap kelompok minoritas lainnya.

"Batas kebebasan berekspresi atau berpendapat adalah ketika seseorang menyebarkan kebencian seperti mangancam, atau mengajak untuk melakukan tindak kekerasan," pungkas Usman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement