Kamis 29 Mar 2018 17:22 WIB

JPU KPK Tolak Permohonan Setnov Jadi Justice Collaborator

Setnov dinilai tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi justice collaborator

Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto  mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menolak menolak permohonan Setya Novanto untuk ditetapkan sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum. Setya Novanto (Setnov) dinilai tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi justice collaborator.

"Dengan membandingkan parameter tersebut dan membandingkan fakta yang diperoleh di persidangan, penuntut umum memperoleh kesimpulan terdakwa belum memenuhi kualifikasi sebagai JC sehingga penuntut umum belum dapat menerima permohonan terdakwa," kata JPU KPK Abdul Basir di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (29/3).

Parameter yang dimaksud JPU terdiri dari tiga syarat yang dimaksudkan undang-undang dan Peraturan Mahkamah Agung no 11 tahun 2011. "Yakni memberikan keterangan yang siginifkan mengenai tindak pidana yang diperbuatnya dan mengungkap pelaku lain yang lebih besar serta mengembalikan seluruh hasil kejahatannya," ujar jaksa Basir.

Walau demikian, jaksa masih membuka kemungkinan pada masa yang akan datang untuk memberikan status JC bila Setnov memenuhi persyaratan tersebut. "Namun bila di kemudian hari terdakwa dapat memenuhi syarat perundangan maka penuntut umum bisa mempertimbangkan kembali," jelasnya.

JPU KPK menuntut Setya Novanto agar divonis selama 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-Elektronik tahun anggaran 2011-2012. Jaksa KPK juga meminta agar Setya Novanto wajib membayar uang pengganti sesuai dengan uang yang ia terima.

"Terdakwa telah memperoleh harta benda seluruhnya 7 juta dolar AS dan satu jam tangan merek Richard Mille RM-011 seharga 135 ribu dolar meski jam tangan tersebut telah dikembalikan terdakwa pada 2016 tapi pengembalian tersebut dilatarbelakangi kekhwatiran terdakwa karena KPK sedang melakukan penyidikan KTP-E dengan tersangka Irman dan Sugiharto," tambah jaksa Basir.

Sehingga sejak November 2012-Desember 2016 Setnov dinilai telah memperoleh manfaat dari jam tangan tersebut sehingga patut dimintai uang pengganti. "Pada 13 Maret 2018 terdakwa sudah mengembalikan sebagian uang yang diterima sejumlah Rp5 miliar karena itu pengembalian uang harus diperhitungkan sebagai unsur pengurang uang pengganti," ungkap jaksa Basir.

JPU pun menjatuhkan pidana tambahan terhadap Setnov untuk membayar uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar seperti yang sudah dikembalikan kepada KPK yang bila tidak dibayar setelah ada putusan berkekuatan hukum tetap maka dijatuhi pidana selama 3 tahun penjara. Tidak ketinggalan JPU KPK meminta pencabutan hak politik Setnov selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman penjara.

"Untuk menghindari negara dipimpin oleh orang-orang menggunakan jabatannya untuk kepentinggan pribadi, keluarga, kolega dan kelompoknya serta melindungi publik atau masyarakat dari fakta, informasi persepsi yang salah dari pelaku korupsi patut untuk mencabut hak terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik sesuai dengan fungsi hukum penjeraan dapat dipenuhi," tambah jaksa Basir.

Atas tuntutan itu, Setnov akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 13 April 2018. "Kami telah dan tetap menghargai apa yang menjadi rumusan daripada penuntut umum.  Kemudian kami akan menyampaikan pledoi baik pribadi maupun melalui penasehat hukum," kata Setnov.

(Baca: Setnov Dituntut 16 Tahun Penjara)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement