REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Kuasa Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail menilai tuntutan hukuman terhadap kliennya tidak masuk akal dan melebihi kepatutan. Sebab menurutnya, jaksa penuntut umum (JPU) tidak bisa membuktikan adanya intervensi Setya Novanto dalam penganggaran dan pengadaan proyek KTP-elektronik (KTP-el) sebagaimana didakwakan.
"Tuntutan yang tinggi dan tuntutan pembayaran uang pengganti yang besar itu, pada hakekatnya adalah bentuk penyanderaan terhadap hakim, agar tidak membebaskan pak Novanto," kata Maqdir kepada Republika, Jumat (30/3).
Dia menambahkan, dalam kasus korupsi pengadaan KTP-el ini kliennya bukanlah tokoh sentral, tetapi hanyalah figuran. Sehingga, tuntutan yang saat ini ditujukan terlalu berlebihan dan tidak sesuai.
"Beliau (Setya Novanto, red) masuk dalam pusaran perkara ini sebagai pelengkap penderita saja," ungkap Maqdir.
Sebelumnya, Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP-el Setya Novanto dituntut pidana penjara selama 16 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan selama enam bulan terhadap Novanto. Selain itu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) juga menuntut agar Novanto dijatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS.
(Baca juga: KPK Pertimbangkan Banyak Hal dalam Tuntutan Terhadap Setnov)