REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil kajian Ombudsman RI perwakilan DKI Jakarta terkait kebijakan Pemerintah Daerah DKI menata kawasan Tanah Abang, menuai kritik. Kajian yang disampaikan dalam bentuk Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) itu, dianggap diskriminatif.
"Kita tidak pernah mendengar ada LHAP yang dikeluarkan atas banyaknya pelanggaran yang diduga kuat terjadi maladministrasi pada masa pemerintahan Ahok," kritik Politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Muslim dalam pesan singkatnya, Kamis (29/3).
Padahal, kata Muslim, tidak sedikit kebijakan yang terjadi pada era sebelumnya yang menabrak banyak aturan bahkan sampai berujung pada pengadilan. Namun lembaga pengawas pelayanan publik ini tidak melakukan tindakan apapun.
Salah satunya adalah penggusuran warga kampung Aquarium atau Bukit Duri, dan reklamasi Teluk Jakarta."Kemana Ombudsman saat itu? Mengapa baru pada era sekarang mereka menampakkan diri tanya Muslim.
Lembaga ini, ucap Muslim, sepertinya sedang bermain-main dalam wilayah politik. Mereka begitu bersemangat dan penuh energi mengevaluasi kebijakan gubernur yang baru seumur jagung itu. Sementara di era sebelumnya, institusi ini diam menyaksikan dugaan maladministrasi yang begitu jelas terjadi di depan mata.
"Tidak ada satu lembar LHAP yang kita lihat dikeluarkan. Pisau evaluasi dan analisa lembaga ini menjadi sangat tumpul ketika itu. Dan sekarang tiba-tiba begitu tajam berhadapan dengan pemerintahan Anies-Sandi," ungkapnya.
Ia mengatakan, anggota Komisi III DPR RI tersebut, ini bukan soal LHAP yang dikeluarkan Ombudsman. Sebab sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik, institusi ini memang diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan dan evaluasi. Akan tetapi ada perlakukan diskriminatif yang sedang dipertontonkan.
"Lembaga ini bukan alat politik untuk menyerang satu institusi pemerintah. Jangan karena ketidaksukaan yang sifatnya personal dari orang-orang dalam lembaga ini terhadap pemerintahan Anies-Sandi, lantas menggunakan lembaga negara yang dibiayai dengan uang rakyat untuk melampiaskan ketidaksukaan," kata legislator asal Aceh itu.
Baca juga, Ombudsman Temukan 4 Maladministrasi Penataan Tanah Abang.
Ditambahkan Muslim, Ombudsman diciptakan untuk bersikap netral, berlaku adil dan transparan. Karena itu, dalam bekerja bebas dari pengaruh dan kepentingan pribadi atau kelompok manapun. Menurutnya apa yang dilakukan Ombudsman perwakilan DKI ini, tidak mencerminkan sifat-sifat tersebut.
"Saya malah ingin menantang balik, berani tidak lembaga ini mengevaluasi atau paling tidak memberikan catatan kritis atas semua kebijakan pada masa Ahok yang cukup menghebohkan itu, yang sampai sekarang meninggalkan masalah?" tegas Muslim.
Muslim Ayub mengingatkan institusi ini harus menunjukkan sikap objektif, netral, dan berlaku adil dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu dia minta Ombudsman untuk tidak serampangan dalam bekerja, apalagi bersikap tebang pilih. Apalagi Ombudsman dibayar oleh negara dengan uang rakyat untuk mengawasi pelayanan publik agar menjadi lebih baik.
"Karena itu lakukanlah dengan cara yang adil. Jangan menjadikan Ombudsman itu sebagai kenderaan untuk menyerang seseorang atau sekelompok orang dalam pemerintahan yang kebetulan berbeda pandangan politik," tutup Muslim.