Rabu 14 Mar 2018 02:30 WIB

KY: Tidak Ada Alasan MA Abaikan Rekomendasi Sanksi Hakim

Kasus OTT hakim dan panitera pengganti PN Tangerang jadi momen untuk KY

Panitera Pengganti PN Tangerang Tuti Atika yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Panitera Pengganti PN Tangerang Tuti Atika yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) melalui juru bicaranya Farid Wajdi mengatakan pemberian sanksi bagi hakim adalah bagian dari pendidikan etika. Sehingga tidak ada alasan bagi Mahkamah Agung (MA) untuk mengabaikan rekomendasi sanksi oleh KY.

"Tidak ada alasan bagi MA untuk mengabaikan rekomendasi KY, karena pengabaian rekomendasi justru akhirnya akan menimbulkan persepsi publik," kata Farid melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa (13/3).

KY menilai publik bisa saja memiliki persepsi bahwa MA menjaga loyalitas terhadap lembaganya, hingga dapat menutupi bahkan melindungi hakim yang melanggar kode etik. "Sebaliknya, KY berharap semangat ini hendaknya hanya diarahkan ke hal-hal positif yang dapat mengembalikan kepercayaan publik," kata Farid.

Oleh karena itu, Farid mengatakan bahwa KY menagih janji MA untuk menjaga integritas lembaga dengan berkomitmen menindaklanjuti rekomendasi sanksi yang diberikan KY. Farid mengatakan bahwa seringkali dalih teknis yudisial seolah menjadi cara untuk menghindar dari sanksi etika.

"Jangan pernah menganggap remeh terhadap aspek etika," kata Farid.

Lebih lanjut Farid mengatakan bahwa peristiwa penangkapan hakim dan panitera pengganti di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, menjadi satu momentum bagi KY. Sekaligus untuk kembali menegaskan, sebuah itikad pembersihan dan pembenahan saja tidak cukup untuk meraih dan menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

"Masih diperlukan usaha kuat untuk meraih kembali kepercayaan publik dan memulihkan keagungan lembaga peradilan," kata Farid.

Farid juga memaparkan bahwa sepanjang tahun 2017, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 58 orang hakim yang dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Namun Farid mengatakan tidak semua rekomendasi sanksi ini langsung ditindaklanjuti dengan berbagai alasan.

Berdasarkan data dari sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), isu suap atau gratifikasi pada lembaga peradilan masih mendominasi sejak tahun 2009. Dari 49 sidang MKH yang telah dilaksanakan, ada 22 laporan karena praktik suap dan gratifikasi, yaitu sekitar 44,9 persen.

Praktik suap dan isu jual beli perkara ini juga selalu menjadi perkara yang disidangkan dalam MKH pada setiap tahunnya. Selain itu, KY mencatat sejak 2012 terdapat 28 orang di lingkungan peradilan yang terjerat operasi tangkap tangan oleh KPK.

Dari 28 orang itu, 17 orang menjabat sebagai hakim dan sembilan orang menjabat sebagai panitera atau pegawai pengadilan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement