Rabu 14 Mar 2018 21:05 WIB

KPK Geledah Tiga Lokasi Terkait Suap Hakim PN Tangerang

Dari penggeledahan, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen.

 Juru Bicara KPK Febri Diansyah
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Juru Bicara KPK Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah tiga lokasi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap pada Hakim Pengadilan Negeri Tangerang. Dari penggeledahan yang dilakukan, penyidik menyita sejumlah dokumen terkait perkara yang sedang ditangani Hakim Wahyu Widya Nurfitri.

"Penyidik sejak kemarin hingga dini hari ini melakukan kegiatan penggeledahan di tiga lokasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (14/3).

Tiga lokasi yang digeledah itu, yakni kantor tersangka hakim Wahyu Widya Nurfitri dan Panitera Pengganti Tuti Atika di Pengadilan Negeri Tangerang, Rumah Dinas Hakim Wahyu Widya Nurfitri di Kompleks Kehakiman Tangerang, dan kantor tersangka HM Saipudin dan Agus Wiratno di Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

"Ketiga tim yang diturunkan menggeledah ketiga lokasi tersebut secara paralel sejak pukul 23.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB dini hari," ujarnya.

Dari lokasi, kata Febri. tim menyita sejumlah dokumen terkait perkara yang sedang ditangani. "Dari rumah dinas hakim Wahyu Widya Nurfitri ditemukan bagian dari uang yang diduga merupakan penerimaan pertama sebesar Rp7.450.000 dalam amplop coklat yang bertuliskan nama kantor hukum salah satu tersangka," jelas Febri.

Wahyu dan Tika menerima pemberian suap sebanyak dua kali yaitu pada 7 Maret 2018 sebear Rp7,5 juta dan pada 12 Maret 2018 sebesar Rp22,5 juta dari Agus dan Saipudin.

Diduga Agus Wiratno sebagai advokat memberikan hadiah atau janji kepada Wahyu Widya selaku ketua majelis hakim dan Tuti Atika selaku panitera pengganti PN Tangerang terkait gugatan perdata Wanprestasi di PN Tangerang Nomor 426/Pdt.G/2017/PN Tng dengan pihak tergugat Hj, Momoh Cs dan penggugat Winarno dengan permohonan agar ahli waris mau menandatangani akta jual beli melalui pemberian pinjaman utang sebelumnya.

Diduga Tuti Atika menyampaikan info kepada pengacara Agus Wiratno mengenai rencana putusan yang isinya menolak gugatan dan dengan segala upaya Agus Wiratno mengupayakan agar gugatan dimenangkan. Tanah yang menjadi sengketa perkara perdata adalah milik suami Hj Momoh yang sudah meninggal dunia, sedangkan Wiratno adalah bekas pegawai suami Hj Momoh tersebut.

Suami Hj Momoh pernah meminjam uang ke Winarno sehingga sertifikat tanah ada di tangan Winarno padahal seharunya tanah itu masih menjadi milik Hj Momoh dan anak-anaknya. Winarno pun minta ke pengadilan agar pinjaman yang pernah diberikannya tersebut dikembalikan sabagi uang pembelian tanah.

Diduga Tuti berperan aktif mendekat pengacara Hj Momoh sampai menunda jadwal pembacaan putusan meski konsep putusan sudah ada dan akan dibacakan pada 13 Maret 2018. Terhadap penerima suap Wahyu Widya Nurfitri dan Tuti Atika disangkakan sangkaan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan pihak pemberi adalah Agus Wiratno dan HM Saipudin dengan sangkaan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement