Rabu 14 Mar 2018 01:45 WIB

Kronologi Pemberian Suap Hakim dan Panitera PN Tangerang

KPK mengamankan 7 orang dalam OTT KPK, di antaranya hakim dan panitera PN Tangerang.

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Wahyu Widya Nurfitri  yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Wahyu Widya Nurfitri yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan kronologi pemberian suap kepada hakim dan panitera pengganti di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten. Tujuh orang yang ditangkap adalah WWN (Wahyu Widya Nurfitri), hakim di PN klas IA Khusus Tangerang; TA (Tuti Atika), panitera pengganti di tempat yang sama; serta AGS (Agus Wiratno) dan HMS (HM Saipudin), advokat serta 3 PNS di lingkungan PN Tangerang.

"Pada Senin, 12 Maret 2018, KPK mengamankan tujuh orang. Semua dibawa dari Tangerang dan Jakarta, " kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/3).

Menurut dia, tujuh orang tersebut diamankan karena ada pemberian uang ke hakim melalui panitera sebab sedang menangani kasus perdata. Ada pihak-pihak tertentu yang ingin kasusnya dimenangkan dan berupaya melalui pengacara memberikan sejumlah uang untuk hakim. "Panitera TA (Tuti Atika) berkomunikasi dengan AGS (Agus Wiratno) advokat, terkait perkara perdata wanprestasi di PN Tangerang," ungkap Basaria.

Sidang pembacaan putusan seharusnya dijadwalkan pada 27 Februari 2018. Namun, karena panitera pengganti sedang umrah, putusan ditunda menjadi 8 Maret 2018. "Diduga TA menyampaikan informasi kepada pengacara AGS mengenai rencana putusan yang isinya 'menolak gugatan', dengan segala upaya AGS mengupayakan agar gugatan dimenangkan," ungkap Basaria.

Karena itu, pada 7 Maret 2018, Agus atas persetujuan Saipudin kembali bertemu dengan Tuti di PN Tangerang dan menyerahkan uang Rp 7,5 juta yang diserahkan ke Tuti. Kemudian, diserahkan kepada Wahyu Widya sebagai ucapan terima kasih kesepakatan untuk memenangkan kasus yang ditangani.

Namun, karena uang tersebut dinilai kurang, akhirnya disepakati nilainya Rp30 juta, dengan perjanjian kekurangan Rp 22,5 juta diberikan kemudian. Hingga 8 Maret 2018 Agus belum juga menyerahkan sisa kekurangan yang disepakati. Sidang pembacaan putusan kembali pun ditunda dengan alasan anggota majelis hakim sedang bertugas keluar kantor sehingga dijadwalkan 13 Maret 2018.

Pada 12 Maret, Agus membawa uang Rp 22,5 juta yang dimasukkan amplop putih dari kantornya di Kebon Jeruk ke PN Tangerang. Ia tiba pukul 16.15 WIB dan Agus langsung menyerahkan uang ke Tuti. Tim kemudian mengamankan Agus di parkiran PN Tangerang.

Tim lalu masuk ke ruangan Tuti dan mengamankan Tuti serta uang Rp 22,5 juta yang baru diserahkan. Kemudian, tim membawa Agus, Tuti, bersama 3 orang lain, yaitu pegawai PN Tangerang, ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan awal.

Selanjutnya, tim bergerak ke Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan mengamankan Saipudin di kantornya sekitar pukul 20.00 WIB. Orang terakhir yang diamankan adalah Wahyu Widya di Bandara Soekarno Hatta saat baru tiba dari Semarang sekitar pukul 20.30 WIB.

Pemberian untuk Wahyu Widya dan Tuti bernilai total Rp 30 juta secara bertahap, yaitu dua kali pada 7 Maret 2018 sebear Rp 7,5 juta dan pada 12 Maret 2018 sebesar Rp 22,5 juta.

"Uangnya murni dari pengacara karena untuk sementara dari hasil penyidikan ada kesepakatan antara M (Momoh) sebagai pemilik tanah akan ada success fees, dengan pengacara mendapat 40:60 dari hasi jual tanah. Jadi, advokat berusaha semaksimal mungkin untuk memenangkan perkaranya," kata Basaria menjelaskan.

Terhadap penerima suap Wahyu Widya Nurfitri dan Tuti Atika disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pihak pemberi adalah Agus Wiratno dan HM Saipudin dengan sangkaan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement