REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengembalian kerugian negara tidak dapat membatalkan maupun menghilangkan unsur pidana dari pejabat pemerintah daerah yang terindikasi melakukan korupsi. Hal tersebut ditegaskan oleh Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo.
Adnan mengatakan, walaupun pejabat pemerintah daerah mengembalikan kerugian negara, pihak kepolisian tetap harus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut. Sebab, setiap orang yang terindikasi menyalahgunakan wewenang dan akibatnya timbul kerugian negara, makan si pelaku harus bertanggung jawab.
"Kalau memang ada niat jahat, ada indikasi telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan akibatnya kerugian negara timbul, ya dia harus bertanggung jawab, dan tanggung jawab itu adalah pidana," kata Adnan saat dihubungi Republika, Jakarta, Kamis (1/3).
Bahkan, dalam Undang-undang Administrasi Negara, lanjut Adnan, jelas dikatakan bahwa akibat dari kerugian negara yang timbul meskipun telah dikembalikan, tetap ada dimensi hukum pidananya. Di mana, hal tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh pihak yang seharusnya memang bertanggungjawab.
"Sebenarnya itu senapas dengan pasal 4 Undang-undang Tipikor (Tindak Podana Korupsi) bahwa pengembalian kerugian negara tidak membatalkan atau menghilangkan unsur pidananya," tambah Adnan.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menandatangani kesepakatan bersama terkait penanganan korupsi di daerah. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto mengatakan, penyelidikan kasus korupsi pejabat daerah akan dihentikan apabila pejabat daerah tersebut mengembalikan uang kerugian negara.
"Kalau masih penyelidikan, kemudian tersangka mengembalikan uangnya, mungkin persoalan ini tidak kami lanjutkan ke penyidikan," kata Ari, Rabu (28/2).