REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono didakwa menerima 120 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,24 miliar) dari anggota DPR fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha. Uang itu bertujuan agar Sudiwardono tidak melakukan penahanan atas terhadap Marlina Moha Siahaan dan memberikan putusan bebas di tingkat banding.
Uang itu diberikan dalam dua tahap yaitu sebesar 80 ribu dolar Singapura agar Sudiwardono mengeluarkan perintah tidak melakukan penahanan. Dan tahap kedua sebesar 30 ribu dolar Singapura dari janji 40 ribu dolar Singapura agar Marlina Moha di tingkat banding dinyatakan bebas
"Terdakwa Sudiwardono selaku hakim yang menjabat ketua pengadilan tinggi Manado menerima hadiah atau janji yaitu uang 80 ribu dolar Singapura terkait permiontaan Aditya Anugrah Moha agar terdakwa tidak melakukan penahanan pada tingkat banding atas diri Marlina Moha Siahaan," kata jaksa penuntut umum KPK Ali Fikri dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (28/2).
In Picture: Sidang Perdana Kasus Suap Ketua Pengadilan Tinggi Manado.
Marlina Moha Siahaan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Manado divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 1,25 miliar dengan perintah agar ditahan pada 19 Juli 2017. Saat itu, Marlina menjabat sebagai anggota DPRD provinsi Sulawesi Utara dan mantan Bupati Bolaang Mongondow.
Aditya lalu meminta tim kuasa hukum Marlina untuk mengajukan banding dan agar tidak dilakukan penahanan. Aditya atas bantuan Wakil Ketua PT Sulawesi Tengah Lexsy Mamonto untuk menyampaikan ada saudaranya yang meminta tolong yaitu Marlina Moha Siahaan, anggota DPRD provinsi Sulut dan mantan Bupati Bolaang Mongondow. Lexsy menyampaikan akan dihubungi seseorang yang dipanggil ustaz.
Ustaz yang dimaksud adalah Adiya yang mengaku bebekerja sebagai anggota DPR. Aditya lalu meminta untuk bertemu dengan Sudiwardono. Aditya dan Sudiwardono bertemu pada 7 Agustus 2017 di ruang kerja Sudi.
"Aditya menyampaikan bahwa Marlina sudah melakukan upaya hukum banding terhadap putusan PN Manado, Aditya meminta agar terdakwa selaku Ketua PT Manado tidak melakukan penahanan dan disanggupi dengan mengatakan 'ya nanti saya bantu, ibumu tidak akan ditahan namun harus ada perhatian'," tambah jaksa Asri Irwan.
Sehingga Sudiwardono, pun tak mengacuhkan surat Ketua Pengadilan Tipikor Manado Djaniko MH Girsang yang meminta agar Sudiwardono mengeluarkan penetapan penahanan di tingkat banding. Pada 9 Agustus 2017 di masjid kompleks rumah dinas Sudiwardono di Manado, dilakukan tawar-menawar jumlah pemberian uang.
Aditya awalnya ingin memberikan uang sebesar 50 ribu dolar Singapura. Namun, Sudiwardono meminta sejumlah 100 ribu dolar Singapura karena uang akan dibagikan kepada anggota majelis hakim lain yang menangani perkara Marlina.
"Atas tawaran terdakwa tersebut Aditya menyetujuinya lalu terdakwa meminta agar Aditya Anugrah Moha menyerahkan lebih dulu kepada terdakwa sebesar 80 ribu dolar Singapura di rumah terdakwa di Yogyakarta," tambah jaksa.
Pemberian uang dilakukan pada 12 Agustus 2017 di rumah Sudiwardono di Yogyakarta. Aditya menyampaikan "Ini kan uangnya sudah diserahkan bagaimana tidak dilakukan penahanan atas Ibu saya?".
Sudiwardono menjawab "hanya untuk tidak ditahan, kalau Ibu kamu mau bebas harus tambah lagi, uang ini sebagaimana kesepakatan di Manado, nanti kita ketemu lagi".
Sehingga, pada 18 Agustus 2017 Sudiwardono mengeluarkan surat yang pada pokoknya menerangkan bahwa Sudiwardono sebagai ketua PT Manado tidak melakukan penahanan terhadap Marlina Moha Siahaan. Pemberian tahap kedua yaitu memberikan uang sejumlah 30 ribu dolar AS serta fasilitas kamar hotel Alila Jakarta Pusat dari yang dijanjikan sejumlah 40 ribu dolar Singapura.
Aditya dan Sudiwardono kembali bertemu di pekarangan masjid Kartini, Manado, kompleks rumah dinas Ketua PT Manado pada September 2017. "Dalam pembicaraan itu terdakwa menyampaikan 'Kalau ingin Ibu bebas nanti tambah lagi 40 ribu dolar Singapura dan siapkan kamar di Hotel Alila Jakarta untuk penyerahannya', dan disepakati bahwa penyerahan uang dilakukan pada 29 September 2017," kata jaksa Asri.
Atas perbuatan itu Sudiwardono didakwakan pasal 12 huruf a dan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi. Sudiwardono tidak mengajukan keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan tersebut sehingga sidang dilanjutkan pada 7 Maret 2018.