Sabtu 24 Feb 2018 13:32 WIB

Polisi Tegaskan Pembentukan TGPF Kasus Novel Belum Perlu

Polisi masih terus bekerja keras dan sanggup menyelesaikan kasus penyerangan ini.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andi Nur Aminah
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi memandang pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengungkap kasus Novel Baswedan belum begitu diperlukan. Pasalnya, Polda Metro Jaya, yang menangani kasus ini menyatakan masih terus bekerja keras dan sanggup menyelesaikan kasus penyerangan ini.

"Kita rasa masih belum perlu ya. Kita masih bekerja keras dan dari kita pun sudah sama-sama dengan penyidik KPK. Kita sudah minta surat ke sana (KPK), sama-sama mencari fakta," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono di Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (24/2).

Pada intinya, Argo mengatakan, Polri tetap berupaya bekerja keras secara maksimal mengungkap kasus penyiraman air keras Novel Baswedan. Hal tersebut membutuhkan waktu. Prosedur penyelidikan yang dilakukan polisi pun dinilai Argo sudah tepat. "Jadi sudah sesuai dengan SOP mulai dari olah TKP," ucap Argo.

Di samping itu, Argo menyatakan, polisi juga mencari saksi maupun bukti lain yang berkaitan dengan kasus tersebut. Misalnya kepolisian mengambil CCTV dan melakukan pemeriksaan. Namun hasil pemeriksaan CCTV itu pun belum memberikan hasil signifikan. "Kemudian kita minta bantuan kepada polisi Australia sana untuk mengecek, melihat menganalisis ternyata sama tidak jelas," kata dia.

Kasus Novel saat ini berada dalam penanganan Polda Metro Jaya. Hingga kini bukti-bukti yang diperoleh polisi masih belum bisa menunjukkan titik terang pelaku penyiraman Novel. Meskipun, sketsa wajah terduga pelaku telah dibuat.

Novel yang merupakan penyidik KPK itu mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis Asam Sulfat atau H2SO4 pada Selasa, 11 April 2017. Pria yang menangani kasus megakorupsi KTP-elektronik itu pun harus menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan penglihatannya imbas penyerangan itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement