REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum periode 2012-2017 Sigit Pamungkas menuturkan KPU harus fokus melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi soal verifikasi faktual terhadap parpol dengan cepat. Ia meminta agar KPU tidak banyak berkomunikasi dengan DPR.
"Yang perlu dilakukan KPU fokus laksanakan putusan MK itu dengan cepat, jangan terlalu banyak berkomunikasi dengan DPR, mengkomunikasikan hal-hal yang tidak perlu dikomunikasikan, yang kemudian menjadi bertele-tele," kata dia dalam sebuah diskusi publik di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/1).
Menurut Sigit, untuk melaksanakan putusan MK itu sebetulnya sederhana, yakni cukup melakukan konsultasi mengenai perubahan jadwal. Sementara untuk substansi verifikasi itu tidak perlu dikonsultasikan. Sebab, masalah yang bisa terjadi yakni ketika KPU juga sekaligus mengonsultasikan substansi dari apa yang akan diverifikasi.
"Ini problemnya, KPU berkonsultasi tentang perubahan jadwal sekaligus mengonsultasikan substansi dari apa yang akan diverifikasi. Ini yang kemudian menjadikan persoalan sederhana menjadi melebar," lanjut dia.
Putusan MK soal verifikasi faktual, tambah Sigit, menyatakan bahwa verifikasi harus dilakukan terhadap semua parpol yang akan melakukan pemilu. Alasan kenapa harus di tiap pemilu, yaitu demi keadilan pemilu itu sendiri. "Itu mengandaikan bahwa tidak boleh ada pembedaan partai politik satu dengan partai politik yang lainnya," kata dia.
Sebab selama ini, lanjut Sigit, memang ada pembedaan karena parpol lama tidak perlu melakukan verifikasi sedangkan parpol baru harus diverikasi. Hal ini kemudian dianggap diskriminatif dan tidak sesuai dengan prinsip keadilan pemilu.
Selain itu, alasan perlunya verifikasi tiap lima tahun yaitu juga karena adanya perubahan secara dinamis di tubuh parpol itu sendiri. Misalnya ada pergantian pengurus, terjadi konflik partai, dan ada orang yang dulu jadi anggota sekarang tidak anggota.
"Perubahan yang dinamis itu mau tidak mau kemudian menuntut melakukan verifikasi," kata dia.
Kemudian, verifikasi per lima tahun sekali diperlukan karena ada perubahan pada sisi administratif pemerintahan dan juga demografi penduduk serta pemekaran wilayah. Dulu di Pemilu 2014, jumlah provinsi hanya 33 dan sekarang 34 provinsi.
"Dulu jumlah kabupaten/kota 497, ada pemekaran bertambah, jumlah penduduk juga bertambah. Dan itu berkonsekuensi terhadap besaran jumlah anggota parpol di kabupaten/kota. Jadi itu yang melandasi harus dilakukan verifikasi," ujarnya.