Senin 15 Jan 2018 21:28 WIB

Mahar Politik Dorong Kepala Daerah Terpilih Lakukan Korupsi

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
 Juru Bicara KPK, Febri Diansyah memberikan paparan kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah memberikan paparan kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan ihwal adanya isu mahar politik atau ongkos politik yang mewarnai Pilkada Serentak 2018, menurutnya memiliki indikasi yang mendorong calon kepala daerah untuk melakukan tindak pidana korupsi, bila terpilih. Namun, sambung Febri, KPK tidak memilki kewenangan terkait penindakan bila adanya temuan tersebut.

"Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bisa tangani karena di luar kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi, saya kira instansi berwenang yang bisa tanggapi, seperti di Bawaslu, kalau ada Pidana Umum di kepolisian. Beberapa isu mahalnya biaya politik, dapat mendorong kepala daerah lakukan korupsi, itu penting di pencegahan," tutur Febri di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/1).

Terkait pencegahan, Febri menjelaskan, KPK sebenarnya sudah melakukan kunjungan ke seluruh Partai Politik yang memiliki kursi di DPR, untuk memberikan pembahasan ihwal pengelolaan dana Parpol. "Karena, ada kajian Komisi Pemberantasan Korupsi tentang dana parpol harus diperkuat," ucapnya.

Sementara untuk mahar politik, sambung Febri, bukan merupakan kewenangan KPK. "Kami fokus dana parpol, kontestasi politik kami belum perdalam," tuturnya.

Kontroversi tudingan uang mahar politik yang diminta Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto oleh La Nyalla Mattalitti, kandidat cagub Jatim yang gagal maju, terus bergulir. La Nyalla mengaku diminta uang ratusan miliar rupiah yang dikiranya becanda. Ternyata, itu serius. Mantan ketua umum PSSI ini tak memenuhi permintaan itu yang kemudian pencalonannya sebagai cagub Jatim pun dibatalkan.

Permintaan uang itu, menurut La Nyalla, disampaikan Prabowo pada Sabtu (10/12) di Hambalang, Bogor, saat Gerindra mengumumkan Sudrajat sebagai cagub pada pilgub Jabar. Uang itu harus diserahkan paling telat tanggal 20 Desember 2018. "Kalau tidak saya tidak akan mendapat rekomendasi," kata La Nyalla, Kamis (11/1).

La Nyalla mendapat mandat sebagai cagub Jatim pada 11 Desember di mana surat itu berlaku 10 hari. Dalam perjalanannya, La Nyalla gagal mendapat partai koalisi dan cawagub pendampingnya. Sempat muncul wacana menyandingkannya dengan Anang Hermansyah, namun akhirnya kandas di tengah jalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement