Senin 08 Jan 2018 11:16 WIB

Bareskrim Klaim Selamatkan Rp 32 T dalam Kasus Kondensat

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya memperlihatkan uang palsu saat rilis pengungkapan jaringan produksi dan peredaran uang palsu di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (18/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya memperlihatkan uang palsu saat rilis pengungkapan jaringan produksi dan peredaran uang palsu di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (18/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya mengatakan, kepolisian sudah mengamankan kerugian negara dalam kasus korupsi Kondensat. Jumlah kerugian tersebut mencapai Rp 32 triliun.

"Ada beberapa rekening senilai Rp 32 triliun yang diblokir dan dikembalikan ke negara. Ada sebuah kilang minyak senilai Rp 600 miliar dan ada rekening lain yang merupakan keuntungan senilai Rp 140 miliar," kata Agung saat dikonfirmasi, Senin (8/1).

Kerugian negara untuk kasus kondensat sendiri secara total diperkirakan mencapai Rp 38 triliun. "Itu artinya, masih ada selisih yang terus harus kami kejar," kata Agung.

Agung mengatakan, berdasarkan informasi yang diterimanya dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), penyelamatan kerugian negara sebesar lebih dari Rp 32 triliun ini merupakan penyelamatan terbesar sepanjang sejarah. Namun, hal tersebut menurut dia bukan menjadi tujuan. Ia mengemukalam, sebagai penegak hukum tugasnya hanya menegakkan hukum.

"Kami dalam menegakkan hukum sama sekali tidak berharap dan ada embel-embel. Menegakkan hukum secara tulus. Lagi pula ada proses hukum yang panjang, dari Bareskrim ke Kejaksaan hingga ke sidang," kata Agung.

Kasus ini, lanjut Agung, sejatinya merupakan kasus yang rumit. Kerumitan itu karena korupsi dilakukan di area yang tidak umum, dalam hal ini perminyakan. Hal ini berbeda dengan korupsi selama ini di pengadaan atau proyek pembangunan. "Karena itu pula ini sangat dekat dengan barang milik negara," tuturnya.

Menurut Agung, bahkan saat awal penanganan kasus ini, banyak pihak yang melirik-lirik untuk bisa menanganinya. Ada juga yang sampai ingin menggeser pidananya menjadi perdata. "Tapi, kami temukan kuncinya bahwa kasus ini tidak ada kontraknya," ucap Agung.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan berkas perkara kasus korupsi penjualan kondensat yang melibatkan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) lengkap atau P21. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Adi Toegarisman mengatakan, kasus yang merugikan negara hingga 2,716 miliar dolar AS atau sekitar Rp 38 triliun itu dinyatakan lengkap setelah melalui proses penelitian tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sejak Mei 2015, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus kondensat ini. Mereka adalah Raden Priyono, Djoko Harsono, dan Honggo Wendratno. Penyidik baru menahan Raden Priyono dan Djoko Harsono. Sementara, Honggo Wendratno belum ditahan, terakhir kali diketahui menjalani perawatan kesehatan pascaoperasi jantung di Singapura.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement