Sabtu 06 Jan 2018 12:45 WIB

'Parpol Ambil Jalan Pintas dengan Tarik Jenderal ke Pilkada'

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah jenderal dari TNI dan Polri akan ikut turun di Pilkada Serentak 2018 di beberapa daerah. Umumnya mereka akan diusung menjadi bakal calon gubernur atau wakil gubernur. Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago menilai ada kegagalan sistem kaderisasi partai politik dengan mengusung para jenderal TNI/Polri ini untuk turun di pilkada. Karena ketidakmampuan otoritas sipil untuk memerintah secara efektif.

"Ada tren partai mengambil jalan pintas yaitu mencoba menarik jenderal ke gelanggang politik, terkesan partai tak percaya diri mengusung kadernya sendiri. Ambisi bintang TNI Polri di Pilkada semakin menguat akhir-akhir ini di saat partai gagal melakukan kaderisasi," kata Pangi dalam rilisnya, Sabtu (6/1).

Pangi memaparkan Dwifungsi ABRI adalah suatu dokrin di lingkungan Militer Indonesia yang menyebutkan bahwa militer memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang posisi di dalam pemerintahan.

Sejak Reformasi, Dwifungsi ABRI dicabut sehingga militer ditarik kembali ke barak.Di dalam UU 34 Tahun 2014, sangat jelas menyebutkan bahwa TNI tidak boleh terjun ke ranah politik praktis sebagai konsekuensi tentara profesional. Politiknya tentara itu yaitu Dwifungsi ABRI itu sendiri, mereka bisa berpolitik praktis itu sebuah fakta dan sejarah.

Kini para jenderal turun kembali ke politik praktis, lanjutnya, ada fenomena split ticket voting yaitu parpol lebih menonjolkan kandidat (figur) dibandingkan dengan kader partai sendiri. Lalu memprioritaskan figur eksternal atau melakukan 'outsourcing' politik dengan mengusung jenderal TNI dan Polri ketimbang mengusung kader dari rahim parpol itu sendiri.

Jauh lebih baik partai politik memberikan boarding pass pada kadernya dibandingkan kader eksternal. Dealetika Meritokrasi menjadi rusak, kenapa tak memajukan kader sendiri yang kualitasnya tak perlu diragukan lagi.

"Ini soal masa depan partai itu sendiri, wajar kemudian menguat fenomena deparpolisasi karena ulah partai itu sendiri yang tak menghormati kadernya," jelas Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement