Jumat 08 Dec 2017 17:46 WIB

Politikus PDIP: Setnov Belum Bisa Disebut Bersalah

Tersangka kasus korupsi pengadaan proyek KTP Elektronik Setya Novanto berjalan menuju mobil usai melakukan pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Tersangka kasus korupsi pengadaan proyek KTP Elektronik Setya Novanto berjalan menuju mobil usai melakukan pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Junimart Girsang, menilai Ketua DPR RI Setya Novanto belum bisa disebut bersalah sebelum ada keputusan hukum yang tetap dan mengikat. "Setya Novanto baru ditetapkan KPK sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), belum menjalani proses persidangan dan belum ada putusan hukum yang tetap dan mengikat," kata Junimart Girsang pada diskusi "Posisi Ketua DPR: antara Politik dan Hukum" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (8/12).

Di mata hukum, kata dia, ada asas praduga tak bersalah. Sehingga, setiap orang memiliki kesetaraan yakni belum dinyatakan bersalah sebelum adanya putusan hukum yang tetap dan mengikat.

Perihal adanya keinginan anggota Badan Kehormatan Dewan (BKD) untuk memproses Setya Novanto karena dinilai telah menjadi tersangka dan tidak hadir selama tiga kali pada rapat paripurna, menurut Junimart, belum dapat diproses di BKD.

Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hukum ini menjelaskan, berdasarkan Tata Tertib DPR RI, anggota yang berstatus tersangka belum dapat diproses di BKD, sedangkan tidak hadir di rapat paripurna ada alasannya yakni sedang menghadapi proses hukum.

"Kalau tidak hadir di rapat paripurna tanpa alasan jelas, selama tiga kali berturut-turut, baru dapat diproses di BKD," katanya.

Junimart mengingatkan BKD agar tidak memproses Novanto sebelum ada putusan hukum yang tetap. Junimart juga melihat ada pihak-pihak tertentu yang berusaha memanfaatkan kasus Novanto.

Perihal Novanto tidak aktif sebagai pimpinan DPR RI, menurut Junimart, pimpinan DPR RI ada lima orang dan kerjanya berdasarkan prinsip kolektif kolegial. Menurut dia, pada prinsip kolektif kolegial, keputusan diambil bersama, sehingga satu pimpinan tidak aktif, masih ada empat pimpinan lainnya yang aktif.

Junimart melihat, kerja pimpinan DPR tidak terganggu, kecuali tiga pimpinan DPR tidak aktif, baru kerjanya terganggu. "Kerja pimpinan DPR RI tidak ada masalah, karena masih ada empat pimpinan yang aktif," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement