Rabu 06 Dec 2017 16:44 WIB

Dua Penderita Difteri di Garut Meninggal

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Karta Raharja Ucu
Petugas mempersiapkan vaksin Pentabio untuk pencegahan penyakit difteri saat imunisasi di Puskemas Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas mempersiapkan vaksin Pentabio untuk pencegahan penyakit difteri saat imunisasi di Puskemas Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/12).

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut mendata sebelas kasus difteri di sepanjang 2017. Dari jumlah tersebut, dua penderita difteri kehilangan nyawanya.

Kabid P2P Dinkes Garut Janna Markus menyebut kesebelas penderita difteri tersebar di Kecamatan Sukaresmi, Cibatu, Cihurip, Garut Kota, Bayongbong, Sukawening, Cisurupan, Pamulihan, Bungbulang dan Ciikajang. Ia berharap difteri tak muncul di Kecamatan lainnya dari total 42 Kecamatan di Garut.

"Statusnya sudah sehat sembilan orang, dua meninggal di sepanjang 2017, yang meninggal sekitar awal tahun," katanya pada Republika.co.id, Rabu (6/12).

Ia mengakui angka penderita difteri mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu yang hanya lima kasus. Peningkatan lebih dari dua kali lipat itu menjadikan Garut sebagai wilayah keempat rawan difteri di tingkat Jawa Barat.

"Meningkat dibanding tahun lalu lima kasus saja. Daerah asal penderitanya berbeda dari yang tahun sebelumnya walau ada di Kecamatan yang sama. Dengan kenaikan ini, kami ranking ke empat se-Jabar. Tapi bukan yang paling tinggi," tuturnya.

Ia mengimbau masyarakat guna mengimunisasi anaknya supaya mencegah penyakit difteri. Ia menjelaskan langkah imunisasi dilakukan secara bertahap dari mulai bayi berumur 12 bulan, 18 bulan hingga duduk di kelas 5 SD.

"Imunisasi ada yang untuk balita umur satu tahun, lakukan ulang pas 18 bulan, pas kelas 1, 2 dan 5 SD. lalu si ibu waktu hamil lagi imunisasi juga. Karena penyakit ini bisa disembuhkan dengan imunisasi," terangnya.

Selain itu, ia mengingatkan supaya orang yang mempunyai ciri-ciri penyakit difteri agar dirawat ke fasilitas kesehatan. Dengan penanganan responsif, ia yakin penyakit ini tak akan menyebabkan kematian.

"Kalau dalam keadaan tidak berat bisa ditangani untuk sembuh," ujarnya.

Diketahui, Dinkes Jabar mencatat sebanyak 116 kasus difteri hingga 3 Desember 2017 ini, dengan jumlah kematian sebanyak 13 kasus. Akhirnya wabah difteri di Jabar masuk dalam status kejadian luar biasa (KLB).

Difteri ialah infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae, yang biasanya mempengaruhi selaput lendir dan tenggorokan. Difteri biasanya menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar bengkak dan lemas. Dalam tahap lanjut, difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. Kondisi seperti itu pada akhirnya bisa berakibat sangat fatal dan berujung pada kematian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement