REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wasekjen PKS Mardani Ali Sera berpendapat kasus ujaran Politikus NasDem Viktor Laiskodat telah masuk ranah yang dapat diproses oleh penegak hukum. Dia mengingatkan, baik kepolisian maupun Mahkamah Kehormatan (MKD) DPR tidak menunda-nunda memproses kasus ini.
"Waktu yang sudah dilewati sejak awal pelaporan hingga kini membuat publik mulai bertanya, di mana letak keadilan?," ujar Mardani kepada Republika.co.id, Senin (4/12).
Kasus ini, menurutnya, harus diproses oleh kepolisian sesuai dengan kaidah penegakan hukum yang selama ini ada. Anggota Komisi II DPR Ri itu mengatakan kepolisian akan mendapatkan penilaian dari publik jika kasus ini dinilai lambat.
Lebih lanjut dia berkomentar mengenai hak imunitas anggota dewan yang sempat disinggung Bareskrim Polri. Dia menyebutkan hak imunitas dimiliki saat seorang anggota DPR bekerja dan berbicara sesuai tupoksinya dalam tiga bidang perundangan, pengawasan dan anggaran.
Di era kini, Mardani menambahkan, sistem kehidupan sudah diikat oleh transparansi dan akuntabilitas. Dia juga meminta MKD segera menyelesaikan proses terkait kasus ini. "Jelas dan tegas mana penegakan hukum yang profesional dan mana yang tidak," ujarnya.
Sebelumnya Viktor dilaporkan sejumlah pihak termasuk PKS atas dugaan menyebarkan ujaran kebencian dan dituding melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis juncto Pasal 28 ayat (2), Pasal 45 ayat (2), Pasal 16, Pasal 156 serta Pasal 156a KUHP. Namun, Bareskrim Polri sempat menyebutkan, jika Viktor menyampaikan pernyataan dengan statusnya sebagai wakil rakyat, maka ia memiliki hak imunitas dan dilindungi UU Pasal 224 Undang-Undang Nomor Tahun tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
Pasal 224 tersebut berbunyi, "Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR".