Ahad 12 Nov 2017 05:44 WIB

Bupati Lebak Dorong Destinasi Wisata Baduy Bisa Mendunia

Ribuan warga Suku Baduy berjalan kaki menuju Pendopo Kabupaten Rangkasbitung dalam rangka Seba Baduy di Banten, Jumat (28/4).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ribuan warga Suku Baduy berjalan kaki menuju Pendopo Kabupaten Rangkasbitung dalam rangka Seba Baduy di Banten, Jumat (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Bupati Lebak Iti Octavia menyatakan destinasi wisata budaya masyarakat Badui bisa mendunia karena memiliki keunikan. Keunikannya dengan mempertahankan budaya nenek moyang dan menolak kehidupan modernisasi.

"Kami optimistis destinasi wisata Badui mendunia," kata Iti Octavia saat kegiatan "Badui Travel Mart 2017" yang diselenggarakan Asosiasi Pelaku Parawisata Indonesia (ASPPI) yang bekerja sama Pemerintah Kabupaten Lebak, Sabtu (11/11).

Pemerintah daerah berkomitmen membangun objek wisata adat masyarakat Badui yang tinggal di Gunung Kendeng. Suku Baduy akan dijadikan destinasi pariwisata Kabupaten Lebak sehingga bisa mendatangkan wisatawan domestik maupun mencanegara.

Keunggulan masyarakat Badui itu di antaranya memiliki adat kesepuhan baik Badui Luar maupun Badui Dalam. Mereka memiiki budaya hasil panen bercocoktanam pertanian ladang dengan menggelar perayaan Seba ke Bupati dan Gubernur Banten.

Perayaan Seba Badui itu untuk menjalin silatuhrahim kepada kepala daerah. Sekaligus memberikan komoditas hasil pertanian ladang huma, seperti beras huma, gula aren, pisang, petai dan sebagainya. Masyarakat adat Baduy membangun kehidupan tersendiri baik di bidang pertanian maupun pergaulan sosial.

"Selain itu juga kehidupan mereka mempertahankan adat yang diajarkan dari nenek leluhur, seperti bertani dilarang menggunakan cangkul maupun pupuk kimia," kata Iti.

Begitu juga di lingkungan permukiman Baduy Luar dan Baduy Dalam dilarang menggunakan barang perabotan elektronika dan kendaraan. Disamping itu juga masyarakat Badui menolak pembangunan infrastuktur jalan, jembatan dan penerangan listrik.

Namun, masyarakat Badui sangat mencintai pelestarian hutan dan lahan agar hijau serta asri. Selama ini, kata dia, masyarakat Badui melarang penebangan pohon karena dapat mengakibatkan kerusakan hutan yang pada akhirnya bisa menimbulkan malapetaka seperti bencana alam.

Keunikan masyarakat Badui yang juga tetap mempertahankan adat leluhurnya menolak kehidupan modernisasi, telah mendunia dan menjadi daya tarik wisatawan. Masyarakat Baduy hidup di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar dengan luas lahan 5.110 hektare yang terdiri atas 3.000 hektare hutan adat dan 2.110 hektare permukiman. Jumlah penduduk saat ini di atas 10.600 jiwa.

Masyarakat Badui Dalam yang tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik menggunakan pakaian putih-putih. Hingga kini selalu berpergian dengan berjalan kaki tanpa kendaraan, sekalipun ke Jawa Timur. Apabila, warga Badui Dalam menggunakan kendaraan angkutan maka akan dikenaksan sanksi berat. "Kami menilai potensi wisata Badui bisa mendunia karena keunikan itu bagi wisatawan domestik dan mancanegara," katanya.

Bupati mengatakan, potensi destinasi wisata Badui memiliki nilai jual hingga mendunia karena cukup menarik untuk dijadikan bahan penelitian. Pemerintah daerah terus mengembangkan objek wisata adat sehingga dapat mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. "Kami yakin objek wisata itu bisa mendatangkan wisman," ujarnya.

Ketua DPD ASPPI Kabupaten Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat Sahlan meminta Bupati Lebak Iti Octavia agar kawasan destinasi wisata Badui terjaga kebersihan lingkungan. Begitu juga bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan Badui dilarang membuang sampah sembarangan.

Peserta "Baduy Travel Mart 2017" yang di selenggarakan oleh ASPPI diikuti ratusan peserta dari 24 provinsi di Indonesia. Di antaranya Aceh, Batam, Medan, Bengkulu, Riau Lombok dan Bali.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement