Jumat 03 Nov 2017 12:48 WIB

Kasus Gladiator, Status Kota Layak Anak Bogor Dipertanyakan

Maria Agnes dan Rahardjo saat memberikan keterangan usai pembacaan vonis terhadap tiga terdakwa kasus bom-boman gladiator yang menewaskan anaknya Hilarius Christian, di halaman Pengadilan Negeri (PN) Bogor, Kamis (2/11).
Foto: Republika/Gumanti Awaliyah
Maria Agnes dan Rahardjo saat memberikan keterangan usai pembacaan vonis terhadap tiga terdakwa kasus bom-boman gladiator yang menewaskan anaknya Hilarius Christian, di halaman Pengadilan Negeri (PN) Bogor, Kamis (2/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Vonis hakim Pengadilan Negeri Bogor, terhadap tiga anak berhadapan dengan hukum atau ABH (terdakwa-red) kasus tarung bomboman ala gladiator dinilai tidak memberikan efek jera, kuasa hukum korban mempertanyakan status kota layak anak.

"Dengan putusan ringan ini maka Bogor sebagai kota layak anak perlu dipertanyakan," kata Dudung Amadung Abdullah, kuasa hukum keluarga Hilarius Christian Event Raharjo, di Bogor, Jumat (3/11).

Dudung menjelaskan kenapa hal itu ia pertanyakan karena anak-anak tidak merasa aman berada di sekolah. Dari hasil penelurusan yang dilakukannya, sekolah tidak aman karena didalamnya ada senior-senior yang menekan, dan tidak terpantau oleh gurunya.

"Kemudian ada teman-teman yang menekan, sehingga mendorong anak melakukan tindakan kekerasan seperti tradisi bomboman ini, dan tidak terpantau oleh sekolah," katanya.

Kondisi tersebut lanjutnya menjadi ketakukan orang tua untuk menyekolahkan anaknya di Kota Bogor. "Ini perlu menjadi sebuah perhatian bersama," kata Dudung.

Majelis Hakim Pengadilan Bogor memvonis dua tahun penjara ditambah kerja sosial selama tiga bulan untuk dua ABH insial HK dan BV dan 1,5 tahun ditambah kerja sosial selama tiga bulan untuk satu ABH inisial MS.

ABH HK bertindak sebagai orang yang menenpatkan dan menyuruh melakukan kekerasan terhadap anak korban hingga menyebabkan korban meninggal dunia. BV adalah lawan tarung anak korban, melakukan kekerasan terhadak anak korban hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

Sedangkan MS membiarkan dilakukan kekerasan terhadap anak yang menyebabkan korban meninggal atau wasit pertarungan. Dudung mengatakan pihak keluarga dari awal berharap hukuman yang maksimal, sesuai pasal yang ada semaksimal mungkin.

"Kalau putusan yang seperti ini, pasti kami banding, hasilnya sangat menyakitkan bagi keluarga," katanya.

Ketidakpuasan terhadap vonis hakim juga disampaikan oleh Maria Agnes dan Venansius Raharjo orang tua dari Hilarius Christian Event Raharjo (anak korban) usai persidangan Kamis kemarin.

"Kami kecewa banget, perjuangan kami keluarga selama 20 bulan itu hasilnya seperti ini. Dan kami akan usahakan naik banding, karena menyakitkan putusannya untuk keluarga, anak saya sudah dihilangkan nyawannya," kata Venansius Raharjo.

Kekecewaan berat dirasakan Maria Agnes yang tak kuasa menahan kesedihan dan tangisannya. "Nyawa anak kami sia-sia, seperti melecehkan nyawa anak kami. Hasilnya (putusan) tidak seperti yang kami harapkan. Luar biasa kami kecewa, sakit dan seperti dilecehkan," kata Maria.

Maria mengatakan dari semula pihak kelaurga selalu keberatan dengan keringan masalah uang duka yang dibacakan hakim setiap dalam persidangan. Menurutnya, jika anaknya tidak meninggal, maka ia tidak memerlukan biaya pemakaman dan selametan. Tetapi, keringanan tersebut selalu ditekankan untuk meringakan pelaku (anak berhadapan dengan hukum).

"Luar biasa kejam, saya sebagai ibu berjuang selama 16 tahun supaya anak saya tetap hidup layak. Tapi dengan kasus ini, coba berada di posisi saya, jika semua orang mengampangkan anaknya terbunuh, cuma satu tahun enam bulan (vonis-red) itu tidak adil, ini menyakitkan hati saya sebagai seorang ibu," kata Maria.

Maria kembali mengatakan tidak terima dengan putusan hakim karena merasa dilecehkan, dan sakit hati yang luar biasa. Karea perjuangannya selama 20 bulan untuk mendapatkan keadilan atas anaknya.

"Perjuangan saya selama 20 bulan kemana-mana dengan sakit hati sepeti itu tapi saya kuatkan untuk membela anak saya. Tapi apa hasilnya, saya kecewa . Dunia akhirat saya kecewa," kata Maria.

Maria mempertanyakan keadilan untuknya atas kehilangan anak yanb sudah susah payah dibesarkan, hingga akhirnya meregang nyawa dalam sebuah pertarungan. "Inikah keadilan buat kami orang tua yang membesarkan anak dengan susah payah, mana ada efek jera kalau begini. Luar biasa sakit hati saya sebagai ibu yang melahirkan dan merawat dia," kata Maria.

Maria juga mengkritisi undang-undang tentang anak yang menurutnya merugikan pihaknya sebagai korban dan menguntungkan pihak pelaku dan keluarga pelaku. "Undang-undang anak merugikan kami sebagai keluarga korban, dan melindungi keluarga pelaku, pelakunya. Mana keadilan untuk saya. Peraturan anak itu merugikan kelaurga korban, menguntungkan pelaku," kata Maria.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement