Rabu 01 Nov 2017 02:03 WIB

Museum Ullen Sentalu, Gambaran Kehidupan Bangsawan Mataram

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
Museum Ullen Sentalu yang berada di Jalan Boyong, Kaliurang Barat, Hargobinangun, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Museum ini menampilkan budaya dan kehidupan para bangsawan Kerajaan Mataram. Sabtu (28/10).
Foto: Wahyu Suryana/REPUBLIKA
Museum Ullen Sentalu yang berada di Jalan Boyong, Kaliurang Barat, Hargobinangun, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Museum ini menampilkan budaya dan kehidupan para bangsawan Kerajaan Mataram. Sabtu (28/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kabupaten Sleman memang memiliki beraneka ragam wisata mulai dari alam sampai budaya. Museum Ullen Sentalu jadi salah satu tujuan wisaya yang unik karena museum bernuansa budaya yang ada di kaki Gunung Merapi tersebut menampilkan kehidupan bangsawan dari Dinasti Mataram.

Sesuai temanya yang menampilkan gambaran kehidupan bangsawan Dinasti Mataram, museum ini memang menghadirkan koleksi-koleksi dari berbagai kerajaan-kerajaan yan ada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Di antaranya Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Praja Mangkunegaran dan Kadipaten Pakualaman.
 
Berada Kawasan Wisata Kaliurang, suasana sejuk memang sudah mendera setiap pengunjung yang datang sebelum memasuki museum. Barisan pepohonan yang ada di sepanjang jalan menambah suasana sejuk yang memang menjadi ciri khas Kabupaten Sleman, terutama Kawasan Wisata Kaliurang.
 
Museum Ullen Sentalu berlokasi di Jalan Boyong Kilimeter 25, Kaliurang Barat, Hargobinangun, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Lokasinya dapat ditempuh menggunakan berbagai kendaraan mulai dari motor, mobil sampai bus kecil maupun bis besar.
 
Pengunjung biasanya membayar terlebih dulu bea masuk Kawasan Wisata Kaliurang seperti dewasa 2.000, anak-anak 1.000, sepeda motor 5.00, mobil 2.000, dan bus 3.000. Namun, untuk pengunjung yang menggunakan transportasi roda dua biasanya pengelola melewatkan jadi bisa langsung ke Museum Ullen Sentalu.
 
Untuk Museum Ullen Sentalu, pengunjung dikenakan bea masuk dewasa Rp 40 ribu, anak-anak Rp 20 ribu, wisatawan asing dewasa Rp 60 ribu dan wisatawan asing anak-anak Rp 40 ribu. Museum buka pukul 08.30-16.00 WIB dari Selasa-Jum'at, 08.30-17.00 WIB untuk Sabtu, Ahad serta hari libur dan tutup setiap hari Senin.
 
Museum Ullen Sentalu diresmikan pada 4 November 1997, oleh Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi RI saat itu Joop Ave. Setelah membayar bea masuk, biasanya pengunjung akan dikumpulkan ke dalam satu rombongan dengan pengunjung lain yang berisi sekitar 10 orang.
 
Pengunjung akan dikumpulkan di Bale Nitip Rengganis, dan dapat menikmati wedang yang merupakan salah satu minuman hangat khas DI Yogyakarta. Setelah itu, satu orang tour guide akan menemani pengunjung sambil menjelaskan spot-spot yang ada di setiap sudut Museum Ullen Sentalu.
 
Selama perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki tersebut, pengunjung memang tidak diperkenankan mengambil video atau mengabadikannya menggunakan kamera. Hal itu memang menjadi peraturan Museum Ullen Sentalu yang memang harus dituruti setiap pengunjung yang datang.
 
Tepat sebelah pintu masuk tempat pengunjung membayar bea, sebenarnya sudah dapat terlihat sejumlah spot yang masih diperkenankan untuk mengambil gambar. Tempat itu semacam hall terbuka yang biasanya memang digunakan untuk kegiatan-kegiatan atau pameran seni.
 
Terdapat tiga pintu kaca berjeruji besar yang dapat dilewati pengunjung, yang desainnya menyerupai pintu masuk kerajaan-kerajaan. Halaman memandang tersebut dihiasi tembok-tembok sebelah kiri yang terukirkan arca-arca, dengan sajian pepohonan dari sebelah kanan.
 
Berjalan lurus ke depan, pengunjung akan disajikan kolam selayaknya tempat bersantai raja-raja yang sekitarnya dihiasi tembok-tembok ukiran. Kolam yang dari seberang ujung dihiasi semacam air terjun kecil itu sendiri memang hanya bisa dinikmati mata tanpa bisa dicoba untuk berendam apalagi berenang.
 
Selain ukiran-ukiran batu yang berada di hampir setiap sudut, pepohonan memang jadi penyejuk setiap pengunjung yang datang. Selain itu, terdapat satu butik yang berisikan batik-batik khas beberapa daerah di DI Yogyakarta, yang memang sebagian besar merupakan untuk wanita.
 
Tepat di atas butik tersebut, terdapat kantin yang keseluruhan bangunannya pun tampak dibangun dengan nuansa jaman kerajaan dengan tangga menjulang ke atas. Untuk tempat ini, pengunjung memang sudah diperbolehkan mengabadikannya baik untuk foto maupun video.
 
Setelah puas memutari museum, pengunjung yang hendak pulang dapat menikmati panganan khas yang dijual masyarakat sekitar, tepat di perjalanan menuju tempat parkir. Mulai dari buah-buahan seperti salak, sampai makanan seperti gudeg dapat dinikmati pengunjung dengan harga yang tentu terjangkau.
 
Salah satu pengunjung yang berasal dari Yogyakarta, Ardi, mengaku sangat kagum dengan sajian yang dihadirkan Museum Ullen Sentalu. Terutama, tembok-tembok berukiran arca-arca menempel yang dipayungi sejuknya pepohonan, sehingga sangat sejuk memutari museum.
 
"Bagus, tembok-tembok ukirannya cantik, sejuk lagi," kata Ardi yang ditemui Republika pada Sabtu (28/10) lalu.
 
Senada, Mukhtar yang berasal dari Singapura mengaku memang datang setelah mendengar keindahan Museum Ullen Sentalu. Walau sudah cukup lama puluhan tahun tinggal di Indonesia, ia mengaku terus kagum dengan keindahan alam yang seperti tidak ada habisnya di Kabupaten Sleman.
 
"Bagus sekali (Museum Ullen Sentalu) sangat kagum dengan keindahannya," ujar Mukhtar.
 
Ullen Sentalu merupakan singkatan dari Ulating Blencong Sejatine Tataraning Lumaku, falsafah Jawa yang artinya nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan. Filsofi ini diambil dari lampu minyak yang digunakan dalam pertunjukkan wayang kulit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement