Senin 30 Oct 2017 05:20 WIB

Diprediksi Hanya 10 Persen Penambangan Bukit Legal di Tasik

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas Satpol PP melakukan penertiban atas tambang ilegal di Desa Cintaraja, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Selasa (4/4).
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Petugas Satpol PP melakukan penertiban atas tambang ilegal di Desa Cintaraja, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Selasa (4/4).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengakui maraknya penggalian bukit berstatus ilegal. Namun penindakannya menjadi sulit lantaran peralihan kewenangan ke tingkat Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Plt Kepala DLH Dudi Mulyadi mengatakan peralihan kewenangan menyebabkan minim koordinasi pendataan kepemilikan bukit. Pihak Pemprov seolah berjalan sendiri tanpa koordinasi dengan DLH setempat.

"Memang saat ini kapasitas untuk mengeluarkan izin itu ada di provinsi bukan oleh daerah lagi. Kalau sudah oleh provinsi baru pengusaha itu datang kesana dan tahu orang-orangnya. Saat kewenangan masih di kota (Pemprov) mereka boro-boro tahu izin pengurusan dan pengusahanya siapa saja. Dari sekian ratus mungkin sepuluh persen yang legal. Sekarang mereka baru tahu, kenapa tidak dari dulu mereka ambil kewenangan itu," katanya pada wartawan, Ahad (29/10).

Meski izin penggalian bukit menjadi kewenangan Pemprov, ia menyarankan agar hasil penggalian ditujukan bagi daerah lokal sebelum di jual ke luar daerah. Sebab, hasil galian diperlukan bagi proses pembangunan yang tengah gencar di kawasan Priangan Timur.

"Kalau pun ada mengacu regulasi, digali upayakan jangan sampai di jual ke luar daerah. Optimalkan untuk pemenuhan kebutuhan kita. Ini kan ke Garut, Pangandaran," ujarnya.

Menurutnya, Pemda setempat sebenarnya berpeluang meregulasikan pemanfaatan bukit di bagian atasnya. Menurutnya hal itu tidak masalah asalkan tidak sampai menggali ke bagian dalam bukit. "Bisa saja daerah membuat regulasi, dalam memanfaatkan minimal tidak menggali sampai ke bawah. Mentang-mentang miliki (bukit) dieksploitasi semaunya ya janganlah. Misal hanya meratakan dan itu bisa dimanfaatkan reklamasinya. Penggaliannya sampai membuat kubangan-kubangan baru terlalu over," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement