Oleh Sapto Andika Candra
Wartawan Republika
Bertubi-tubi kasus penyelewengan dana desa muncul ke permukaan akhir-akhir ini. Alasan yang muncul beragam, mulai dari ketidaktahuan perangkat desa dalam menyalurkan dana segar pemerintah tersebut, hingga kesengajaan untuk 'bancakan' dana desa ramai-ramai.
Kondisi ini mendorong pemerintah pusat mencari cara untuk memperkecil celah kesempatan penyelewengan dana desa. Bukan bermaksud menakut-nakuti perangkat desa, pengetatan ini justru ini memberi tuntunan agar dana desa bisa dimanfaatkan dengan semestinya.
Semangat pendampingan dana desa ini pun menurun ke daerah. Pemerintah Provinsi Sumatra Barat, misalnya, bakal menggandeng Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar dalam melaksanakan pendampingan pengelolaan dana desa.
Hal ini sejalan dengan kesepakatan antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes), dan Polri. Nota kesepahaman oleh ketiga kementerian/lembaga bakal berlaku hingga Oktober 2019 mendatang.
Pengawasan dan pendampingan ini akan dilakukan oleh aparat kepolisian di level Polsek oleh Bintara Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat (babinkamtibmas). Pelibatan kepolisian dalam pengawasan pengelolaan dana desa sebetulnya tumbuh dari keprihatinan bahwa semakin banyak pengungkapan kasus penyelewengan dana desa.
Sejak 2015, Kemendes menerima 300 lebih laporan dugaan penyelewengan dana desa. Sebanyak 167 laporan di antaranya sudah ditangani.
Laporan soal penyelewengan dana desa tak berhenti sampai di sini. Selama dua tahun belakangan, Polri juga menangani 214 kasus yang berkaitan dengan penyelewengan dana desa.
Nominalnya juga tak tanggung-tanggung. Sebanyak Rp 46 miliar uang negara terseret dalam pusara kasus penyelewengan dana desa.
Sebetulnya dibandingkan dengan alokasi tahun ini yang mencapai Rp 60 triliun, angka Rp 46 miliar terpandang kecil. Namun angka tersebut sangat cukup untuk mempermulus jalan penghubung desa di sebuag wilayah pelosok di Indonesia.
"Dari 214 kasus, ada yang modusnya jelas-jelas digelapkan dananya. Ada yang tidak paham aparaturnya, tak paham perencanaan, hingga pertanggungjawabannya," ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat memimpin telekonferensi bersama dua menteri lainnya, Jumat (20/10).
Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit menjelaskan, pihak pemprov siap menindaklanjuti kesepakatan tentang pendampingan dana desa hingga level nagari. Pada 2017 ini, alokasi dana desa untuk Sumbar menyentuh angka Rp 766,5 miliar untuk disalurkan kepada 855 nagari.
Angka ini jauh lebih tinggi dibanding alokasinya pada 2015 sebesar Rp 400 miliar dan Rp 600 miliar pada 2016 lalu. Tanggung jawab soal pengelolaan dana desa bakal bertambah besar tahun 2018 mendatang, ketika pemerintah memproyeksikan penambahan lagi Rp 60 triliun dana desa untuk seluruh Indonesia.
Nasrul mengungkapkan, pengawasan terhadap penggunaan dana desa akan dilakukan secara berjenjang dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga nagari. Melalui kepolisian, Polda akan mengistruksikan petugasnya di polres, menurun ke polsek, hingga babinkamtibmas.
Persoalan yang kemudian muncul, apakah seluruh perangkat kepolisian di level desa sudah memiliki pemahaman cukup untuk bersanding dengan pendamping desa? Nasrul menjelaskan, Pemda akan bekerja sama dengan seluruh Kapolres di Sumatra Barat untuk melakukan pembekelan bagi babinkamtibmas.
Prinsip "pengawalan" tetap mengutamakan pemberian bimbingan, pembinaan, dan pendampingan. Nantinya, Wali Nagari bisa berkonsultasi dengan aparat di polsek untuk bertanya kalau ada permasalahan.
Di sisi lain, demi mengurangi kesan "angker", pemda mencoba memberi pemahaman bagi perangkat desa bahwa penindakan akan dilakukan sebagai opsi terakhir. "Jadi Wali Nagari harus transparan. Kelembagaan harus transparan. Juga diminta para polisi dimantapkan lagi sosialisasi ini kepada seluruh Wali Nagari dan kepala desa," ujar Nasrul.
Tak hanya itu, pemda juga akan meminta seluruh petugas pendamping dana desa yang sudah diturunkan untuk berjalan bersama babinkamtibmas yang juga bertugas mengawal dana desa. Pendampingan akan dilakukan sejak dari perencanaan pemanfaatan dana desa, pelaksanaan, hingga pengawasan.
Selain itu, Pemprov juga mengingatkan seluruh perangkat desa agar memanfaatkan 20 persen dari dana desa sebagai upah atau gaji bagi masyarakat desa yang ikut diberdayakan. Penyaluran dana desa pun, dia menerangkan, haram hukumnya menggunakan tenaga kerja kontrak atau kontraktor di luar desa yang bersangkutan.
"Jangan lagi bermain-main dengan dana desa. Jadi (pengawasan) sebetulnya sudah berlapis-lapis. Lalu jangan lagi ada yang fiktif, SPJ fiktif. Ada lagi penggelapan dana. Jangan lagi ada itu," kata Nasrul.
Kapolda Sumbar Irjen Fakhrizal mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pembinaan terhadap anggotanya hingga level polsek, khususnya babinkamtibmas. Ia juga berjanji, pihak kepolisian akan terlibat langsung dalam evaluasi pelaksanaan dan penggunaan dana desa.
"Akan kami kumpulkan anggota kami arahkan apa-apa saja yang mereka harus lakukan di desa tentang penggunaan dana desa ini," ujar dia.
Bupati Pasaman Barat Syahiran mengaku jajarannya di Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat secara hati-hati melakukan bimbingan kepada perangkat desa atau wali nagari untuk mengelola dana desa. Bahkan, dia melanjutkan, pemerintah kabupaten memiliki program khusus untuk memberikan bimbingan administrasi pengelolaan dana desa.
"Kami ada pelatihan dan memastikan di level bawah pemanfaatan dana desa bisa optimal," katanya.
Penyaluran dana desa berlandaskan Undang-Undang (UU) nomor 6 tahun 2014 tentang Dana Desa, yaitu dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukan bagi desa dan desa adat yang ditransfer melalui APBD kabupaten dan kota.
Dana ini nantinya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan.