Jumat 29 Sep 2017 13:05 WIB

WWF: Wisata Komodo Sumbang Rp 1 T, Sampah Perlu Dikelola

Laut di sekitar Pulau Komodo kerap dijadikan lokasi menyelam turis.
Foto: Republika/Darmawan
Laut di sekitar Pulau Komodo kerap dijadikan lokasi menyelam turis.

REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO — WWF Indonesia menemukan data pemasukan anggaran bagi pariwsata di Labuan Bajo termasuk Pulau Komodo mencapai Rp 1 triliun per tahun. "Ini data terbaru yang kami temukan dan sudah berlangsung sejak 2016 yang lalu," kata Koordinator WWF Labuan Bajo Jansi Sartin di Labuan Bajo, Jumat (29/9).

Menurut dia, jumlah pemasukan nilai ekonomis dari pariwisata di daerah itu terjadi sejak habitat Komodo menjadi salah satu ikon dan sasaran destinasi dunia. Tingkat pemasukan ekonomi dari wisatawan itu tentu memiliki dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat, juga bisa membawa dampak negatif bagi ancaman kehidupan warga jika tidak terkendali dari aspek penataan dan pengelolaan sampahnya.

Dari data yang dihimpun WWF Indonesia di Labuan Bajo, produksi sampah setiap hari di daerah ini dan sekitarnya mencapai 112 meter kubik dengan jenis yang beragam. "Apalagi jika dalam bentuk plastik dan limbah yang sulit terurai dan bisa mengganggu sumber daya laut seperti biota dan jenis terumbu karang," katanya.

Dalam konteks itulah, secara kelembagaan WWF terus mendorong keberpihakan pemerintah dan seluruh elemen lainnya untuk bisa bersama-sama memiliki satu kendali operasional sampah agar tetap menjaga eksositem perairan di lautan Labuan Bajo menjadi lebih baik. 

Banyak wisatawan, Jensi mengatakan, yang seolah memberikan warnning tidak akan kembali kalau sejumlah biota laut dan terumbu karang yang menjadi obyek saat melakukan penyelaman di perairan Labuan Bajo rusak. "Sekitar 40 persen wisatawan nyatakan itu. Karena rata-rata mereka datang dan menyelam bersama hiu dan parimanta," katanya.

Memang secara kelembagaan, Jensi menuturkan, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat telah melakukan sejumlah langkah pengelolaan sampah di seluruh kawasan itu. Namun, masih sangat konvensional yaitu dengan mengumpul dan mengangkut dengan semua sampah disatukan baik organik dan anorganik lalu dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Pola dan cara ini harus diubah, karena sangat kurang efektif dan tidak akan bisa mengatasi kondisi jumlah sampah yang diproduksi setiap harinya. WWF memiliki langkah yang sudah disampaikan kepada pemerintah, yaitu dengan memaksa masyarakat untuk bisa memisahkan jenis sampah organik dan anorganik.

Selanjutnya sampah yang terpisah itu, kemudian dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS) yang ada di masyarakat, dengan harapan agar masyarakat diberikan pemahaman untuk bisa melakukan daur ulang sampah yang bisa didaur. Dengan pola yang sudah mulai bergerak diterapkan itu, sampah sudah bisa ditangani sebanyak 50 persen dari total yang dihasilkan sebanyak 112 meter kubik itu.

"Dalam perencanaan jika terus didorong, maka ada sekitar 80 persen sampah di TPS yang bisa didaur ulang oleh masyarakat, sehingga tersisa 20 persen saja yang dibuang ke TPA," katanya.

Tentang masih minimnya infrastruktur dan armada pengangkut sampah, masih belum disiplinnya para pengakut sampah serta masih belum pedulinya masyarakat soal sampah, akan bisa teratasi, jika pola penerapan pengelolaan sampah diubah. "Tidak lagi menggunakan pola konvensional yang selama ini diterapkan," katanya.

Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula mengaku secara kelembagaan pemerintah daerah telah memiliki peraturan daerah tentang penanganan dan pengelolaan kebersihan pesisir dan pantai. Bahkan dari peraturan daerah itu telah dikeluarkan instruksi bupati sebagai tindak lanjut dari peraturan tersebut. 

Dalam instruksi itu jelas ada sanksi bahkan award bagi masyarakat yang menyampaikan dan atau melaporkan warga atau pihak lain yang buang sampah sebarangan dan juga corat tembok fasilitas umum. "Kami sudah terapkan dan diharap bisa jadi pemandu bagi warga menjaga kondisi kebersihan daerah ini," kata dia.

Dari aspek infrastruktur, dia melanjutkan, pemerintah masih miliki banyak kendala. Salah satunya soal kendaraan pengangkut dan kondisi lokasi pembuangan akhirnya (TPA). Hal sama juga termasuk kendaraan pengangkut (kapal) sampah untuk melakukan pembersihan di pulau-pulau yang ada di wilayah ini. "Kita punya 264 pulau yang tentunya harus dijaga juga kebersihannya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement