REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamis (21/9) sore, di salah satu sudut rumah di Jalan Lembang Nomor D 58, RT 11/7, Menteng, Jakarta Pusat, berkumpul lima orang anak dari Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani. Di meja makan yang cukup untuk delapan orang itu, sebelum terjadinya G-30S/PKI digunakan untuk berkumpul satu keluarga mereka.
Republika.co.id berbincang hangat dengan anak-anak pahlawan revolusi itu. Ditemani cangkir-cangkir berisi kopi panas, kami membicarakan tentang apa yang terjadi pada 1 Oktober 1965 dan hari-hari sebelum itu. Bahkan, mundur jauh hingga bagaimana cara Jenderal Ahmad Yani melakukan pendekatan dengan sang istri, Yayu Rulia Sutowiryo Ahmad Yani.
"Dulu bapak muridnya ibu di sekolah ketik dan bahasa Inggris. Cuma pura-pura aja jadi murid biar deket," ujar putri pertama Ahmad Yani, Indria Ami Ruliati Yani, sembari tertawa kecil.
Pada masa itu, Rully, panggilan akrab putri sulung Ahmad Yani mengisahkan, pernah Ahmad Yani harus pergi ke luar kota selama kurang lebih tiga minggu. Karena itu, sang ibunda sedih bukan kepalang. Ketika Ahmad Yani kembali, Yayu juga bukan kepalang senangnya.
"Pacarannya kayaknya setahun. Bapak naik sepeda waktu melamar ibu ke Magelang. Naik onthel dua sepeda bersama mbah. Waktu itu kan belum ada kendaraan umum atau apa ya dan jauh juga," tutur Rully yang sempat melakukan studi di Jerman selama lima semester hingga 1968.
Setelah kedua orang tuanya menikah, lahirlah Ruliati dan ketujuh adiknya ke dunia ini. Saudaranya yang paling bontot, Irawan Sura Eddy Yani, mengatakan, kakak-kakaknya lahir hanya berselang satu tahun.