Sabtu 16 Sep 2017 11:11 WIB

Romahurmuziy: Ada 9 Kecenderungan dalam Politik Nasional

Romahurmuziy
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Romahurmuziy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy menilai ada sembilan "megatrend" atau kecenderungan dalam politik nasional diprediksi terjadi selama lima tahun ke depan, sehingga harus diperhatikan secara cermat oleh semua elemen bangsa.

"Pertama, menguatnya konservatisme yang ditandai dengan terpilih Donald Trump, Inggris keluar dari Uni Eropa, dan aksi demo 212 yang berlanjut pada berhadap-hadapan antara pemerintah dengan kepentingan umat Islam," kata Romahurmuziy atau Romi dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu (16/9).

Kedua, menurut dia, partisipasi politik semakin turun ditandai terus menurun partisipasi pemilih dalam Pemilu 1999 sebesar 92,7 persen menjadi 75,11 persen pada Pemilu 2014. Kecenderungan ketiga menurut Romi, demokrasi prosedural yang semakin terkonsolidasi, ditandai makin berkurang jumlah parpol penghuni parlemen hasil pemilu dari 20 parpol pada Pemilu 1999 menjadi 10 parpol hasil Pemilu 2014.

"Bisa saja pengelompokannya semakin sosiologis, saya singkat 4M, yaitu Muslim yang terdiri atas PPP, PKB, PAN, PKS, PBB; Marhaen adalah PDI Perjuangan; Modal yaitu Partai Golkar, NasDem, dan Hanura; serta Militer, hari ini adalah Partai Demokrar, Gerindra, dan PKPI," ujarnya lagi.

Namun, dia menilai bisa juga pengelompokannya semakin ideologis misalnya menjadi muslim tradisionalis, yaitu PPP dan PKB, muslim modernis adalah PAN, PKS, dan PBB, nasionalis kanan terdiri atas Partai Gerindra, NasDem, Demokrat, PKPI, serta nasionalis kiri yang berisi PDI Perjuangan.

Dia mengatakan "Megatrend" kelima adalah kecenderungan pertarungan politik yang semakin pragmatis, alih-alih ideologis, sehingga politik uang semakin menentukan kemenangan pertarungan politik. "Hal itu menyebabkan megatrend keenam adalah terjadi korupsi politik yang semakin masif," katanya.

Romi mengatakan megatrend ketujuh adalah politik yang semakin berbasis citra diri dan propaganda, bukan gagasan atau kerja nyata. Kedelapan menurut dia, semakin menguatnya politik berbasis citra dan berbiaya tinggi sesuai tingkatannya, maka semakin banyak lahir pemimpin dadakan yang tidak meniti karir politik dari bawah atau pemimpin yang meniti karir secara nonpartisan.

"Akibat semuanya adalah megatrend kesembilan yaitu loyalitas politik semakin dominan kepada pribadi pemimpin, bukan kepada institusi partai," katanya pula.

Hal itu, menurut dia, menyebabkan personalisasi dan deinstitusionalisasi kepemimpinan, terlihat dalam hasil "exit poll" Pemilu 2014, contrengan kepada calon legislatif (caleg) lebih tinggi dibanding contrengan partai.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement