Kamis 14 Sep 2017 19:13 WIB

Muhammadiyah Dituntut Galakkan Gerakan Cetak Wirausahawan

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas
Foto: Edi Yusuf/Republika
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, Muhammadiyah dituntut  untuk dapat menggalakkan gerakan mencetak wirausahawan sejak dini. "Kita ingin umat Islam berperan besar dalam mencetak pengusaha, terutama di bidang usaha besar," ujar Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas, Rabu (13/9)

Saat ini, menurut dia,  umat Muslim memang diakui berkontibusi penuh dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) hingga 99,99 persen. Tetapi untuk kontribusi pada usaha besar hanya 0,01 persen.

Banyak  saudagar Muslim yang awalnya tidak bercita-cita untuk menjadi pengusaha. Menjadi pengusaha biasanya hanya dilakukan sebagai gambling.

Mereka yang sukses berusaha pun, kata dia, biasanya memiliki latar belakang keluarga pengusaha. Orang terkaya di Indonesia pun hanya satu yang Muslim dan  yang bersangkutan bukanlah dari keluarga pengusaha.

Selama ini, menurut Anwar, pengusaha besar merupakan pengusaha non-Muslim. Mereka mampu menyumbangkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 39 persen.

Bisnis dan kewirausahaan masih menjadi masalah bagi umat Islam. Karena itu, perlu ada perhatian khusus tak hanya dari Muhammadiyah tetapi juga ormas Islam lainnya. 

Anwar berharap umat Muslim dapat naik kelas tidak hanya menguasai UMKM, tetapi juga menguasai kegiatan usaha besar. Salah satu upaya untuk dapat mencetak wirausaha baru adalah menggeser mentalitas umat Muslim. "Kebanyakan umat Islam saat ini masih memiliki mentalitas pekerja employment mentality dan mempekerjakan diri sendiri safe mentality, sedangkan mentalitas wirausaha enterpreneur mentality dan investor masih sangat sedikit,"jelas dia.

Muhammadiyah  bisa memulai merubah mentalitas umat Muslim dari sekolah dan perguruan tinggi yang dimilikinya. Mereka dapat menerapkan materi pelajaran dan kuliah sebagai teori kewirausahaan.

Praktiknya, siswa dan mahasiswa diajarkan untuk menjadi wirausaha sejak dini. Setiap sekolah dan perguruan tinggi (PT) Muhammadiyah mewajibkan siswanya untuk berjualan di kantin. "Jadi bukan pedagang atau orang luar yang menjajakan makanan, melainkan siswa siswi Muhammadiyah yang belajar berbisnis dalam program market day dan business day," ujarnya.

Misalnya, setiap anak diwajibkan sehari dalam sepekan berdagang, satu tahun mereka telah melakukan bisnis sebanyak 50 kali dan untuk siswa SD berarti mereka telah berbisnis sebanyak 300 kali. Saat ini, menurut dia,  implementasi gerakan ini sudah mulai digalakkan di Yogjakarta, tetapi belum terlalu serius untuk menjadi sebuah kebijakan.

Sekolah dan PT dapat dijadikan sebagai wadah untuk inkubator mencetak enterpreneur yang andal. Sama halnya dengan siswa SD, PT juga saat ini masih belum banyak mencetak mahasiswa yang membuka lapangan pekerjaan.

Banyak lulusan PT memiliki mental pencari kerja. Bisa saja mahasiswa ini tetap bekerja dengan orang lain, tetapi mereka juga memiliki jiwa interpreneurship.

Meski tidak menciptakan lapangan pekerjaan, mereka masih memiliki mentalitas pengusaha, mandiri, dan kreatifitas. Mereka yang bekerja tidak hanya sekadar bekerja, tetapi mampu mengembangkan kreatifitas.

Muhammadiyah dikenal dua pilarnya, yakni pendidikan dan kesehatan. Sedangkan pilar ketiga mengenai ekonomi dan kewirausahaan masih baru berjalan. Anwar berharap 10 hingga 15 tahun mendatang Muhammadiyah tak hanya dikenal dengan sekolah dan rumah sakit, tetapi juga bisnis dan ekonomi keumatannya. Gerakan ekonomi dan kewirausahaan ini dapat memajukan organisasi, umat, dan bangsa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement