REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manuver politik Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibyo (HT) menarik perhatian publik. Hary dianggap berputar haluan mendukung Joko Widodo dalam Pilpres 2019 karene akhirnya mengakui keberhasilan kinerja Presiden.
Penggiat The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) bidang Ekonomi Politik dan Public Policy Faisal Sallatalohy mengatakan memang dalam politik semua bisa saja terjadi. Misalnya, Hary sempat mengkritik habis-habisan Jokowi namun kini justru berbalik mendukung.
Namun, dia mengingatkan, Hary Tanoe membuat keputusan itu setelah mengevaluasi kinerja pemerintah dalam dialog hampir lima jam dengan Mendagri Tjaho Kumolo. "Secara implisit terkandung arti HT mengakui keberhasilan kinerja Jokowi," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/8) pagi.
Pihak Perindo menegaskan, perubahan sikap politik ini sesuai dengan cita-cita partai yakni memenangkan Pilpres 2019. Faisal mengatakan dukungan Hary bersama Perindo untuk Jokowi berada pada momen yang pas.
Faisal pun menganggap Hary Tanoe cerdas membaca situasi politik yang sedang tidak ramah terhadap Jokowi, mulai dari Polemik Perppu Ormas hingga revisi UU Pemilu. Saat ini, dia mengatakan, Jokowi banyak kehilangan dukungan.
Karena itu, kehadiran dukungan Hary Tanoe pasti bakal disambut baik oleh Jokowi. "Panggung politik lagi tayang dengan prinsip simbiosis mutualisme, alias politik dagang sapi dan berkelindan strategi politik saling mengunci dan menyandera," kata dia.
Apalagi, Hary Tanoe memiliki akumulasi modal politik yang sulit ditolak. Bukan saja sebagai mesin ATM saat kampanye nanti, Hary bisa mengerahkan media yang dia miliki untuk mendukung Jokowi.
"Bisa jadi duet maut armada media Surya Paloh dan HT siap mengangkat citra Jokowi," kata dia.
Faisal mengakui bukan kebetulan juga Hary Tanoe melakukan manuver ini setelah menyandang status tersangka. Meminjam istilah Fadli Zon tentang adaya 'tendensi politik stick and carrot', Faisal memaparkan ada kecenderungan tekanan politik memukul lawan.
"Bentuk tekanannya macam-macam. Salah satunya lewat tekanan hukum. Hukum dijadikan alat untuk menekan semua musuh termasuk Parpol, tetapi juga untuk merangkul mereka. Siapa yang melawan saat ditekan, dikasih stick dan yang nurut diberi carrot," kata Faisal menjelaskan.
Namun, ia menyatakan hukum dan politik adalah entitas yang berbeda. Tidak dibenarkan perkara politik ditukar dengan hukum. Sikap politik HT adalah pilihan bebas yang dalam konteks demokrasi Indonesia dijamin dalam konstitusi.
"Tapi, jangan sampai dukungan ini dijadikan alat barter agar terbebas dari kasus hukum yang melilitnya," kata Faisal.
Kalaupun tujuan utama Hary Tanoe agar Jokowi bisa melepaskannya dari kasus hukumnya itu, menurut Faisal, Presiden mungkin tidak akan langsung menerima. Sebab hal itu bisa mencoreng namanya sebagai bapak 'adil' yang tidak pernah mengintervensi keindependensian lembaga hukum.