REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi mengatakan tidak mudah memetakan kemenangan dalam pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Barat. Menurut dia, pilgub Jabar berbeda dengan pilgub di DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Dedi menilai luasnya wilayah Jawa Barat ditambah dengan penduduknya yang besar menjadi kesulitan dalam pemetaan potensi kemenangan pilgub Jabar 2018.
"Pilkada Jabar nggak bisa dipetakan. Pertama politiknya dinamis, kedua pemilihnya 31 juta dengan keragaman culture, karakter. Kalau Pilkada DKI bisa kebaca. Ini pilkada Jabar," kata Dedi usai menghadiri Dialog Kebangsaan di Universitas Katolik Parahyangan, Kota Bandung, Kamis (27/7).
Dia menyebut, masyarakat Jawa Barat juga terdiri dari berbagai macam kultur sehingga tidak bisa disamakan ratakan persepsi calon yang diinginkannya seperti apa. "Yang sebelah sana Sunda Kulon, Suda Priyangan kemudian Cirebon, lalu ada masyarakat urban," ujarnya.
Pria yang juga digadang-gadang sebagai kandidat kuat pengganti Ahmad Heryawan itu bahkan mengaku telah berkonsultasi ke sejumlah pakar. Para pakar politik pun dikatakannya tidak bisa memprediksi siapa yang berpeluang besar memenangkan pilgub seiring munculnya sejumlah nama-nama yang diprediksi bersaing.
Disinggung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengklaim akan mengusung Deddy Mizwar dan Ahmad Syaikhu pada pilgub Jabar 2018, Dedi mengucapkan selamat jika keduanya akan dipasangkan. Dia bahkan menilai pasangan tersebut cukup ideal untuk ikut dalam kancah percaturan politik 2018 di Jabar. "Ya bagus. Itu pasangan yang ideal. Perpaduan politisi dengan artis dan birokrat. Perpaduan dua wakil, antara wakil gubernur dan wakil wali kota," ujarnya.
Bupati Purwakarta ini mengatakan hingga kini dirinya masih mengikuti arus politik yang dinamis dalam pilgub Jabar ini. Kemungkinan maju dan koalisi partai masih mengalir bersamaan waktu yang dinilai masih cukup panjang.