REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adiana usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di KPK, Rabu (19/7). Lebih dari 10 jam Yudi menjalani pemeriksaan dan keluar menggunakan rompi tahanan berwarna oranye. Setelah diperiksa, Yudi bahkan tampak tersenyum.
"Saya senang untuk segera diadili," ujar Yudi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/7).
Saat ditanyakan ihwal suap Rp 4 miliar yang diterimanya dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng terkait dana aspirasi untuk proyek jalan, Yudi justru merasa menjadi korban. "Sebenarnya saya tuh korban pencatutan. Saya sudah jelaskan kepada penyidik secara terang dan benderang," kata Yudi.
Pada Rabu (19/7) siang Jaksa KPK di pengadilan Tipikor mengajukan tuntutan kepada Majelis Hakim agar Aseng dipidana penjara 5 tahun denda Rp 250 juta sub 6 bulan dengan jeratan pasal 5 ayat 1 huruf a uu 31 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 kuhp.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Yudi ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya Guntur, Jakarta. Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidik, selama 20 hari ke depan. "YWA ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan KPK cabang Pomdam Guntur," kata dia.
Dalam kasus suap ini, sejumlah anggota Komisi V DPR RI, telah lebih dahulu dijerat penyidik KPK, seperti Damayanti Wisnu Putranti, Musa Zainuddin, Andi Taufan Tiro dan Budi Suprianto.
Baca juga, KPK Tahan Politikus PKS Yudi Widiana.
Namun, KPK mengaku penyidikan ini belum berakhir di Yudi, penyidik masih terus mematangkan bukti-bukti untuk menjerat anggota Komisi V DPR lainnya yang juga terlibat.
Yudi resmi ditetapkan sebagai tersangka sejak awal Februari 2017. Dia diduga menerima uang lebih dari Rp 4 miliar dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng.
Uang tersebut diberikan agar Yudi mengupayakan proyek-proyek dari program aspirasinya disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara.
Atas perbuatannya, Yudi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.