REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani memberi arahan khusus kepada seluruh anggota Fraksi Partai Gerindra untuk tetap berada di Jakarta pada 20 Juli mendatang. Hal ini menyusul akan dilakukannya Rapat Paripurna yang beragendakan mengesahkan Rancangan Undang-undang Pemilu.
"Enggak boleh ada yang keluar Jakarta, semuanya 72 (jumlah anggota gerindra)," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (18/7).
Menurut Muzani, hal ini untuk mengantisipasi jika pengambilan keputusan lima isu krusial yang hingga kini belum diputus tersebut dilakukan melalui voting paripurna. Sebab, rapat kerja Pansus Pemilu dengan Pemerintah pada Kamis (13/7) pekan lalu menyepakati lima isu krusial dibawa ke paripurna.
Namun belum dapat dipastikan terkait mekanisme pengambilan keputusan lima isu itu akan diputus melalui voting paripurna atau musyawarah mufakat. Sebab, baik pansus maupun pemerintah tetap mengupayakan kesepakatan melalui mufakat.
"Kita berharap tidak ada voting, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh," ujar Ketua Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Menurutnya, Fraksi Gerindra juga tetap pada pendirian semula terkait poin ambang batas pencalonan presiden ditiadakan atau nol persen. Hal ini kata dia, didasarkan atas putusan Mahkamah Konstitusi soal pemilu serentak.
Fraksi Partai Gerindra berkeyakinan, keserentakan Pemilu 2019 berarti juga menghapus angka presidential threshold yang mengacu pada Pemilu 2014 lalu.
"Kita ingin presidential treshold presiden nol persen. Setiap parpol peserta pemilu boleh mencalonkan presiden dan Wapres sebagaimana Pasal 6A UUD 1945. Kita ingin agar proses demokrasi yang merupakan puncak proses demokrasi dilaksanakan berdasarkan UU yang kita sepakati, UU dan UUD yang ada," jelasnya.
Sebelumnya Pansus RUU Pemilu melaporkan hasil kerja Pansus Pemilu kepada pimpinan DPR pada Senin (17/7) kemarin. yakni lima isu krusial akan dibawa ke rapat paripurna pada 20 Juli 2017 mendatang.
Namun, Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengatakan Pansus RUU Pemilu juga meminta pimpinan DPR untuk memberikan kesempatan musyawarah mufakat sebelum rapat paripurna
Lukman menjelaskan nantinya usai rapat paripurna dibuka, pimpinan akan menyampaikan apakah ada kesepakatan dari hasil musyawarah mufakat. Bila tak ada hasil, pimpinan DPR akan menyampaikam bahwa lima isu krusial akan diambil melalui mekanisme voting.
"Bila voting kami siapkan kertas suaranya. Kalau votingnya tertutup atau terbuka tentu pimpinan bisa tanyakan langsung ke paripurna. Kalau paket kita siapkan paket-paketnya. Kalau item per item kita juga siapkan lembaran-lembaran kertas suaranya," kata Lukman.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon belum mengetahui apakah mekanisme voting akan dilakukan secara terbuka atau tertutup. Fadli menuturkan hal itu akan terlihat dari dinamika dalam rapat paripurna.
"Ya itu jelas saya kira lihat dinamikanya. Kalau tertutup saya kira nggak ada masalah. Anggota bisa lebih jernih untuk memutuskan. Kita nggak tahu dinamikanya seperti apa," kata Fadli.