Selasa 11 Jul 2017 21:01 WIB

Soal Opsi Kembali ke UU Pemilu Lama, Ini Kata Pansus

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Pemilu Yandri Susanto mengungkap sejumlah konsekuensi jika pemerintah jadi menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu dan memilih kembali ke UU Pemilu lama. Salah satunya tidak adanya pedoman bagi penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu dalam membuat peraturan untuk pemilu serentak 2019 mendatang.

"Itu tidak ada pedoman, sementara pemilu untuk pertama kali serentak. Misalkan bagaimana pengaturan di TPS, bagaimana bentuk surat suara, bagaimana anggaran dan periklanan," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (10/7).

Menurutnya, banyak turunan aturan pemilu yang perlu disempurnakan dan selesai dibahas pada RUU Pemilu saat ini. Sehingga opsi pemerintah kembali menggunakan UU Pemilu lama sangat tidak relevan dan akan menjadi problem dalam pelaksanaan pesta demokrasi yang pertama kalinya digelar serentak itu.

Sebab penggunaan UU pemilu lama, pihak yang paling dibebankan adalah penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu yakni dalam menterjemahkan peraturan pemilu serentak. Sehingga potensi perdebatan setiap peraturan yang dikeluarkan KPU sangat terbuka.

"Banyak komentar yang silang pendapat, karena memang payung hukumnya tidak ada. Misalnya PKPU tidak ada di UU, KPU nggak boleh menterjemahkan karena enggak ada di UU. Kalau KPU atau Bawaslu mau menterjemahkan mana rujukannya," ujarnya.

Karenanya ia berharap opsi kembali UU Pemilu lama tersebut tidak dilakukan pemerintah demi kualitas hasil demokrasi Pemilu serentak. Yandri meminta jangan hanya karena presidential threshold kemudian mengorbankan persiapan pelaksanaan pemilu yang sudah disusun secara matang.

Yandri pun menagih janji pemerintah yang menyebut RUU Pemilu sebagai rezim partai politik, sehingga pemerintah bisa menghargai keputusan suara mayoritas fraksi-fraksi di DPR.

"Sangat kita sayangkan, karena itu merusak semua persiapan-persiapan yang kita lakukan, pemerintah enggak fair gara-gara satu pasal itu kemudian kembali ke UU lama," ujar Anggota Komisi II DPR RI tersebut.

Yandri kembali mengungkap keseriusan sikap pemerintah itu dalam forum lobi antara pansus pemilu dengan pemerintah pada Senin (10/7) malam dimana disampaikan sikap pemerintah tetap bertahan di 20-25 persen. Karenanya, jika besaran presidential threshold tidak sesuai dengan harapan pemerintah itu, maka peluang kembali UU Pemilu lama dimungkinkan diambil pemerintah.

"Misalnya hasil internalisasi pansus memutuskan opsi ini tidak sesuai dengan kehendak atau keinginan pemerintah, khususnya yang presidential threshold, pemerintah akan membuka opsi untuk tidak meneruskan pembahasan UU, artinya kembali UU lama," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement