REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan penerimaan suap oleh anggota DPRD Gorontalo 2009-2014 Lisna Alamri. "Tidak ada pelaporan gratifikasi atas nama Lisna Alamri pada periode 2009-2014," kata Febri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/7).
Febri hadir menjadi saksi dalam kapasitasnya sebagai pegawai fungsional Direktorat Gratifikasi KPK yang dimintai keterangannya pada April 2016 di Bareskrim Polri. "Pasal 16 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK menyatakan semua penerimaan gratifikasi wajib dilaporkan kecuali beberapa hal yang disebutkan secara tegas di UU tersebut. Salah satu kriteria umum yang tidak dilaporkan adalah yang tidak berhubungan dengan jabatan sama sekali atau berlaku secara umum," kata Febri mengungkapkan.
Karena itu, Febri mengatakan tidak ada batasan nilai minimal yang wajib dilaporkan ke KPK oleh penyelenggara negara. "Ujung dari pelaporan itu adalah keputusan oleh pimpinan KPK apakah menyatakakan penerimaan itu merupakan gratifikasi atau bukan," ujar dia.
Bareskrim menetapkan salah satu ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Dharma Tani Marisa, pemegang izin usaha pertambangan di Gunung Pani, Gorontalo, yang juga anggota DPRD Gorontalo, Lisna Alamri sejak 2015.
Lisna menunjuk PT Asia One sebagai pengelola tambang emas Pani Gold. Lisna diduga menerima Rp20 miliar dari PT One Asia Resources Australia terkait pengelolaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Tambang Emas di Kabupaten Pahuwato, Gorontalo.
Lisna didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.