Ahad 09 Jul 2017 13:43 WIB

Temui Koruptor, Pansus Angket KPK Disebut Kehilangan Nalar

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ani Nursalikah
Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunanjar Sudarsa, bersama anggota seusai melakukan pertemuan dengan sejumlah tahanan korupsi KPK saat mengunjungi Lapas Sukamiskin, Bandung, Jabar, Kamis (6/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunanjar Sudarsa, bersama anggota seusai melakukan pertemuan dengan sejumlah tahanan korupsi KPK saat mengunjungi Lapas Sukamiskin, Bandung, Jabar, Kamis (6/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpendapat Pansus Angket KPK telah kehilangan nalarnya. Itu setelah Pansus Angket tersebut mendatangi dan berdialog dengan napi koruptor di Lapas Sukamiskin Bandung.

"Pansus (Angket KPK) itu sudah kehikangan nalar hukum dengan meminta keterangan pada para koruptor yang diajukan oleh KPK," kata Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (9/7).

Selain itu, pernyataan anggota Pansus Hak Angket KPK, Masinton Pasaribu, terkait adanya kejanggalan dalam pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan KPK tidak bisa diterima. Pasalnya, pernyataan itu tidak objektif karena didasari keterangan dari para koruptor yang pernah menjadi anggota DPR.

"Pernyataan itu tidak objektif mengingat didasari atas keterangan dari para koruptor anggota DPR, pasti tendensius dan tidak objektif," kata Fickar.

Anggota Pansus Hak Angket KPK, Masinton Pasaribu sebelumnya menantang lembaga antirasuah tersebut untuk berlaku adil dalam mengungkap kasus korupsi tanpa ada aturan-aturan atau prosedur hukum yang dilanggar. Masinton mengatakan, dari hasil rapat dengar pendapat, ia menemui sejumlah kejanggalan-kejanggalan dalam pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan KPK.

"Mereka menyampaikan dalam konteks justice criminal system. Ada yang diarah-arahkan, ada yang keluarganya dipaksa-paksa, ada yang alat buktinya belum lengkap. Hal seperti ini belum pernah tersaji kepada publik selama ini," ujar Masinton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement