Jumat 16 Jun 2017 19:26 WIB

Mantan Menkes Sebut Vonisnya Sarat Kepentingan Politik

Rep: Santi Sopia/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus korupsi alat kesehatan Siti Fadilah Supari berdiskusi dengan penasehat hukum saat jeda sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/6).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Terdakwa kasus korupsi alat kesehatan Siti Fadilah Supari berdiskusi dengan penasehat hukum saat jeda sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari divonis empat tahun penjara, denda Rp 200 juta, subsider 2 bulan kurungan atas kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) tahun 2005.

Meski vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa KPK, yakni penjara enam tahun, namun Siti menilai vonis yang dijatuhkan kepadanya sarat kepentingan politik. Menurutnya, hukum Indonesia masih jalan di tempat.

"Saya pikir (hukum) sudah maju tetapi sepertinya masih jalan di tempat dan ternyata hukum masih seperti ini. Hukum masih kalah dengan politik, justru hukum untuk kepentingan politik," kata Siti di pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (16/6).

Siti mengaku kecewa karena fakta persidangan tidak dipakai sama sekali. Fakta persidangan yang dimaksud adalah seluruh rekaman, termasuk yang dimiliki Siti Fadilah. Sejauh ini mantan Menkes 2004-2009 itu belum terpikir untuk mengajukan banding.

"Saya sudah mengira bahwa begitu saya sudah melihat keanehan dari fakta-fakta persidangan dan tuntutan. Lebih kaget lagi saya berharap hakim akan memilih salah satu dari dakwaan, ternyata ini dua dakwaan dua tahu tiga tahun begitu kali," katanya.

Siti juga mengaku segera mengembalikan sisa uang Rp 550 juta. Kendati, Siti mengatakan, sama sekali tidak pernah menerima duit korupsi.

"Masak karena tidak menerima, terus diterima pihak ketiga gitu apa buktinya, tidak ada buktinya. Kalau tidak kembalikan, hukuman ditambah," keluh Siti.

Siti dinyatakan terbukti bersalah menerbitkan surat rekomendasi penunjukan langsung dengan meminta kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen Kemenkes, Mulya Hasjmy, memilih PT Indofarma (Persero) Tbk sebagai penyedia buffer stock.

Jaksa KPK Ali Fikri mengatakan masalah kerugian negara pada kasus ini pada dasarnya atas laporan BPK. KPK menyebut perkara Indofarma bagian kerugian negara. "Tetapi perkara ini untuk pertimbangan ulang, logik nya seperti apa," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement