REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Bripda Imam Gilang Adinanta salah satu anggota Polri yang menjadi korban meninggal dalam aksi bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur pada Rabu (24/5) malam, dikenal sebagai sosok pemuda yang supel di kampung halamannya. Sebulan yang lalu, putra pertama dari pasangan Sri Sarjono dan Ening Wiyarti itu sempat pulang ke kampung halamannya di Kampung Srago Gede RT 007 RW 005 Kelurahan Mejaya Kecamatan Klaten, Jawa Tengah.
Dia berniat mengisi kesempatan liburannya itu untuk bertemu dengan sanak saudara dan teman-teman semasa kecilnya. “Dia memang pandai bergaul, kalau pulang itu pasti main sama teman-temannya. Di rumah paling sebentar,” kata Rohmat Sugiharto (44 tahun) paman dari Bripda Imam Gilang Adinnanta saat ditemui Republika.co.id jelang prosesi pemakaman pada Kamis (25/5).
Rohmat mengatakan, merasakan ada hal yang berbeda ketika keponakannya itu pulang. Tak seperti sebelum-sebelumnya, Bripda Imam pulang dengan tampang kusut, dan terlihat tak bergairah. Bahkan, dia baru kali pertama melihat keponakannya itu tak antusias menyaksikan pertunjukan wayang. Padahal, Bripda Imam dikenal juga sebagai pemuda yang gemar menyaksikan pertunjukan wayang.
“Aneh saja, sampai saya tanya waktu terakhir dia pulang itu, kok kamu tidak nonton wayang, acaranya kan besar. Tapi dia diam saja dan enggak keluar main. Padahal biasanya sama teman-temanya pergi,” tuturnya.
Menurut Rohmat, Bripda Imam menjadi satu-satunya anggota keluarganya yang mempunyai profesi sebagai polisi. Ayah dan ibunya merupakan guru swasta di Jakarta.
Namun tekad pemuda yang biasa di panggil Gilang itu begitu kuat untuk bergabung bersama Polri. Pada 2012 Bripda Imam berhasil diterima sebagai anggota Polri dan dituggaskan di Jakarta. “Keluarga mendukung saja ketika dia memutuskan untuk jadi polisi, sempat sebelumnya itu mau masuk angkatan udara, angkatan darat tapi gagal. Akhirnya ke Polri,” katanya.