REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis menyatakan, Presiden Joko Widodo tidak bisa berdiam diri dalam menyelesaikan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. Menurutnya, penyelesaian kasus tersebut tidak hanya berpengaruh pada wibawa presiden, tapi juga berpengaruh pada baik buruknya negara ini.
"Presiden tidak boleh berdiam diri (dalam kasus penganiayaan Novel). Karena ini buka sekadar menentukan wibawa pemerintahan beliau, tetapi ini tidak baik bagi bangsa dan negara ini," kata Margarito saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/5).
Margarito berpendapat, Jokowi harus menunjukkan ketegasannya dalam penegakan hukum di Indonesia. Terlebih, sang presiden memiliki niatan untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 2019.
"Apalagi 2019 Pak Jokowi kan maju lagi nih (pemilihan presiden). Pastikan beliau firm (tegas) dalam penegakan hukum. Bentuk segera (tim investigasi), bertindak segera (selesaikan kasus penganiayaan Novel)," ucap Margarito.
Margarito kemudian mengingatkan, dalam sejarah tata negara banyak bangsa yang berjaya, lalu kemudian hilang karena bermasalah dalam penegakan hukum. Permasalahan yang dimaksud adalah karena pemimpin negaranya diskriminatif dalam penegakan hukum.
"Kan kalau kita belajar sejarah tata negara, kita menemukan bangsa-bangsa yang pernah berjaya lalu hilang, penyebab terbesarnya adalah mereka diskriminatif dalam penegakan hukum. Diskriminatif itu merupakan hasil dari pemimpinnya yang tidak firm," kata Margarito.
Pada Selasa (11/4) penyidik senior KPK Novel Baswedan disiram air keras pada bagian wajah oleh dua orang tak dikenal. Namun, setelah dua bulan berlalu, polisi belum juga mampu mengungkap pelaku penyiraman tersebut.