REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth mengatakan, budaya politik Indonesia dalam pelaksanaan Pilkada terkesan belum matang. Hal tersebut merujuk kepada pelaksanaan proses Pilkada DKI Jakarta 2017 yang berlangsung selama dua putaran.
Adriana menyoroti kontestasi dalam Pilkada DKI Jakarta yang menghalalkan segala cara. "Kita belum punya budaya politik yang tegas. Budaya demokrasi Indonesia belum matang. Menghalalkan segala cara membuat budaya politik Indonesia tidak santun," kata Adriana dalam paparan penelitian 'Analisis Pilkada DKI Jakarta 2017: Perspektif Politik dan Proyeksi ke Depan' di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu (3/5).
Menurut Adriana, proses yang diwarnai budaya menghalalkan segala cara membuat tujuan utama Pilkada DKI Jakarta jauh dari ideal. Masih beredarnya isu SARA selama proses Pilkada juga mengindikasikan belum matangnya proses demokrasi.
Dia menyarankan masalah yang tersisa setelah pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta harus diselesaikan. Sebab, ke depannya akan ada pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu serentak 2019. "Harus ada upaya membangun strategi budaya baru supaya proses demokrasi ke depan lebih maju. Tentu kita tidak mau Pilkada di daerah lain dan pemilu serentak akan rusuh seperti Pilkada DKI Jakarta," katanya.
Sebelumnya, Pilkada DKI Jakarta diwarnai oleh aksi pembagian sembako kepada warga. Aksi ini tidak hanya dilakukan saat kampanye, tapi juga dilakukannya menjelang pencoblosan pada masa tenang.