Kamis 21 Aug 2025 15:29 WIB

Peneliti Belanda: Politik Uang Makin Dibiarkan dan Kian Masif di Indonesia

Peserta pemilu tak lagi malu-malu mengakui praktik politik uang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Fitriyan Zamzami
Warga mengamati poster kampanye pengawasan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Solo, Jawa Tengah, Ahad (3/11/2024).
Foto: ANTARAFOTO/Maulana Surya
Warga mengamati poster kampanye pengawasan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Solo, Jawa Tengah, Ahad (3/11/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pakar antropologi politik University of Amsterdam, Belanda, Prof Ward Berenschot, mengatakan, praktik politik uang di Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Dia berpendapat, meski masif dan sistematis, cenderung ada pembiaran terhadap praktik tersebut. 

Prof Berenschot mengungkapkan, dia telah aktif memantau penyelenggaraan pemilu di Indonesia sejak 2009. "Saat itu sudah ada praktik bagi uang, amplop atau 'serangan fajar'. Tapi saat itu para calon masih malu-malu dan praktik serangan fajar terjadi namun skala kecil," ucapnya ketika diwawancara di FISIP Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (20/8/2025). 

Baca Juga

Prof Berenschot hadir di FISIP Undip untuk menghadiri pemutaran film dokumenter "Amplop Demokrasi". Materi film yang diproduksi Watchdoc Documentary itu merupakan hasil penelitian Prof Berenschot bersama 14 peneliti dari seluruh Indonesia tentang bagaimana praktik politik uang berlangsung selama Pileg dan Pilkada 2024.

Menurut Prof Berenschot, selepas 2009, praktik serangan fajar pada setiap penyelenggaraan pemilu terus mengalami peningkatan signifikan. "Sekarang hampir semua calon yang saya temui dan wawancarai bilang, 'Kalau saya tidak menyebar uang, tidak mungkin saya menang'. Jadi ini sudah menjadi praktik yang sistematis dan masif di Indonesia," ucapnya. 

Berbeda dengan 2009, Prof Berenschot mengaku saat ini lebih mudah meneliti soal politik uang dalam pemilu di Indonesia. Sebab dia merasa bahwa orang-orang yang berpartisipasi dalam pemilu elektoral tidak lagi malu atau sungkan untuk mengungkap perihal praktik politik uang. 

photo
Pakar antropologi politik University of Amsterdam, Belanda, Prof Ward Berenschot, menghadiri pemutaran film dokumenter Amplop Demokrasi di FISIP Undip, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (20/8/2025). - ( Kamran Dikarma/Republika)

"Saat saya meneliti politik ini, orang sangat terbuka. Bagus untuk peneliti seperti saya, tapi bagi Indonesia itu tidak terlalu bagus karena artinya orang tidak malu lagi untuk melakukan praktik ini," ujar Prof Berenschot. 

Dia berpendapat, ketidaktegasan KPU dan Bawaslu menjadi salah satu penyebab suburnya praktik politik uang di Indonesia. "Itu pelanggaran, tidak boleh bagi uang saat kampanye. Tapi sudah rahasia umum, itu dibiarkan," katanya. 

Prof Berenschot pun menyoroti sangat sedikitnya kasus politik uang dalam pemilu yang sampai ke meja pengadilan. "Kalau saya seorang tim sukses dan saya bagi uang, tidak ada banyak risiko. Saya tidak akan ditangkap," ujarnya. 

Menurutnya, Pemerintah Indonesia harus menyikapi serius isu tersebut. Sebab praktik uang menyebabkan ongkos politik di Indonesia melambung tinggi. Hal itu menjadi bibit awal bagi kemunculan korupsi, dominasi oligarki, dan kerusakan lingkungan. 

"Pemerintah Indonesia harus ambil serius krisis ini dan bersikap tegas untuk menghapuskan praktik serangan fajar dan melaksanakan sebuah perubahan sistem elektoral untuk mengurangi ongkos politik," ucap Prof Berenschot.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement