Senin 01 May 2017 10:29 WIB

Buruh Tuntut Jokowi Realisasikan Komitmen Nawacita

Unjuk rasa buruh (ilustrasi)
Foto: Antara/Didik Suhartono
Unjuk rasa buruh (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buruh yang tergabung dalam Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menuntut Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk merealisasikan komitmen Nawacita di bidang ketenagakerjaan.

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat di Jakarta, Senin, mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjanjikan komitmen Nawacita berupa penyediaan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan.

"Presiden Jokowi harus segera menghentikan rencana penutupan proyek-proyek padat karya karena akan berdampak pada PHK bagi ribuan pekerja. Ini bertentangan dengan komitmen Nawacita karena justru akan menghadirkan pengangguran baru," katanya.

Dalam peringatan hari buruh atau May Day tahun ini, Aspek Indonesia menyuarakan tuntutan penghapusan praktik kerja alih daya (outsourcing) dan kontrak yang melanggar Undang Undang, peningkatan jaminan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia, serta jaminan pensiun untuk pekerja yang setara dengan jaminan pensiun untuk pegawai negeri sipil (PNS).

Mirah menambahkan contoh yang paling nyata adalah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, yang tidak pernah dibahas di forum LKS Tripartit Nasional, bahkan PP 78/2015 tersebut menabrak Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.

Selain itu, pada akhir 2016, Menteri Ketenagakerjaan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri, yang tidak lebih dari upaya legitimasi atas eksploitasi sumber daya manusia Indonesia yang mengabaikan hak untuk sejahtera.

"PP 36/2016 ini telah memberi hak kepada pengusaha untuk bisa mempekerjakan tenaga magang hingga 30 persen dari jumlah karyawan yang ada di perusahaan, dengan jangka waktu paling lama 1 tahun namun bisa diperpanjang lebih dari 1 tahun dengan Perjanjian Pemagangan baru, dan tenaga magang hanya diberi uang saku yang besarannya tidak jelas," jelasnya.

Menurut Mirah, hal itu menunjukkan Indonesia telah memberlakukan rezim upah murah dengan upah minimum yang tidak lagi berdasarkan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) dan kemudahan kontrak kerja berkedok pemagangan ditambah kemudahan tenaga kerja asing (TKA) untuk bekerja di Indonesia.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2015 sebagai revisi Permenaker Nomor 12/2013, kata dia, Pemerintah juga menghilangkan aturan yang mewajibkan Tenaga Kerja Asing (TKA) memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.

"Kemudahan dalam berbahasa inilah yang menjadi salah satu sebab membanjirnya TKA, khususnya dari China," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement