Kamis 27 Apr 2017 13:42 WIB

'Senjata di Tangan Polisi Bukan untuk Membunuh Rakyat'

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ilham
Wakil Ketua MPR, Mahyudin.
Foto: Amri Amrullah/Republika.
Wakil Ketua MPR, Mahyudin.

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKARAYA -- Penembakan oleh polisi terhadap warga masyarakat di Lubuklinggau, Sumatera Selatan dan yang baru terjadi di Bengkulu mendapat sorotan dari Wakil Ketua MPR MPR, Mahyudin. Apalagi penembakan itu menyebab jatuhnya korban jiwa.

"Kejadian itu tidak sesuai tujuan kita berbangsa dan bernegara," kata politisi Partai Golkar kepada wartawan di Pangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (27/4).

Sesuai dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, kata Mahyudin, negara melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Atas dasar itu, perlu dievaluasi kembali senjata-senjata yang ada di tangan anggota kepolisian itu. "Karena senjata di tangan kepolisian itu tujuanya untuk melindungi rakyat, bukan untuk membunuh rakyat," kata Mahyudin.

Seperti peristiwa yang terjadi di Bengkulu, anggota polisi menembak anaknya hingga tewas karena dikira maling. "Apa SOP-nya memang seperti itu?" tanya Mahyudin. "Lalu, apakah maling itu harus dibunuh, kan ada aturannya."

Menurut Mahyudin, kalau memang ada indikasi maling, tidak perlu langsung ditembak, bisa dikasi tembakan peringatan atau ditangkap. Sebab, ada pengadilan yang mengadilinya. "Walaupun dia seorang maling tidak boleh langsung dibunuh, karena negara melindungi seluruh tumpah darah Indonesia," kata Mahyudin yang sedang melakukan kunjungan kerja di Palangkaraya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement