Kamis 27 Apr 2017 15:36 WIB

Kompolnas: Anggota Polisi Masih Percaya Mitos Menembak

Rep: Santi Sopia/ Red: Bayu Hermawan
Senjata api
Foto: Youtube
Senjata api

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Kompolnas Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto mengatakan ada setidaknya tiga catatan yang perlu dijadikan evaluasi oleh Polri. Pertama masalah kurang pahamnya aturan, kesempatan berlatih menembak dan ketersediaan peluru. Upaya ini masih terkait kelalaian penggunaan senjata api (Senpi) oleh anggota polisi.

Bekto menyebut sebetulnya aturan yang dimiliki Polri sudah sangat bagus, lengkap karena bersumber pada prinsip-prinsip dasar HAM PBB. Namun masih banyak anggota polisi yang belum memahami aturan  tersebut. Dalam Perkap 08 2009, sudah sangat detil diatur masalah penggunaan Senpi.

"Masalahnya banyak di antara anggota yang belum tahu. Anggota masih banyak berpikir menggunakan seperti yang dia pikirkan, mitos bahwa kasih peringatan tembakan tiga kali. Aturan itu tidak ada," ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Kamis (27/4).

Bekto mengatakan dalam Perkap itu sangat rinci dan jelas mengatur penggunaan Senpi. Tetapi masalahnya, sejauh mana anggota polisi memahami aturan. "Memberi peringatan itu tidak harus dengan tembakkan, cukup peringatkan bahwa ini saya polisi, kamu ikuti saya. Jadi sampai di mana anggota paham aturan?," katanya.

Masalah kedua, menurutnya terkait kesempatan untuk latihan menembak. Saat Kompolnas mengunjungi Lubuklinggau sekaligus memeriksa peristiwa penembakan oleh plisi hingga menewaskan warga di sana, ternyata ditemukan bahwa latihan menembak terakhir pada 2008.

Kemudian Brigadir K yang melakukan penembakan, melakukan latihan menembak dengan senjata yang sama pada 2008 saat yang bersangkutan menempuh sekolah. Negitu juga Polres lain, kata Bekto, mengalami hal sama. Menurutnya, idealnya latihan dilakukan tiga bulan sekali.

Artinya dalam hal ini anggota polisi kurang porsi latihan. Senjata hanya boleh digunakan untuk melindungi diri sendiri dari ancaman kematian atau luka parah. Aspek menembak harus memenuhi aspek legalitas senjata, keperluan dan proporsionalitas.

Masalah ketiga, ketersediaan peluru yang di mana-mana terbatas. Menurut Bekto, ini ada masalah, harus dievaluasi. Harus dievaluasi pengawas internal.

"Masyarakat bertanya-tanya kenapa kok polisi mudah sekali menembak. Memang terlambat sedetik saja kalau kemungkinan makan korban, polisi boleh menembak. Contoh teroris mengejar polisi dengan membawa bom, maka polisi boleh menembak kepala teroris tersebut," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement