REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampouw berpendapat saat ini sejumlah partai tidak lagi tertarik memperebutkan posisi menteri. Hal itu kini dianggap tidak menguntungkan bagi organisasi politik tersebut.
"Kenapa partai politik tidak 'gaduh' dengan adanya isu perombakan kabinet? Ini karena mereka sudah tidak tertarik lagi dengan jabatan menteri," ujar Jeirry dalam diskusi "Reshuffle Jilid III: Konsolidasi Terakhir Jokowi" yang berlangsung di Jakarta, Rabu (26/4).
Menurut dia, hal ini disebabkan karena pada pemerintahan Presiden Joko Widodo, posisi menteri dirasakan sudah tidak lagi memberikan keuntungan ekonomi maupun pengaruh politik yang signifikan bagi partai. "Saat seseorang menjadi menteri, yang mendapat keuntungan bukan partai, tapi orang yang menjabat itu. Ini makanya reshuffle tidak populer lagi di kalangan parpol," tuturnya.
Jeirry menambahkan pemerintahan Presiden Joko Widodo juga dikenal menjadikan capaian kinerja sebagai tolak ukur penilaian terhadap menterinya. "Karena basisnya kinerja, yang mana masyarakat juga bisa melihat hasilnya, maka parpol akan semakin sulit di sini. Tidak bisa lagi pengaruh politik dimainkan, jika menteri dari partai itu rapornya jelek, mau tidak mau diganti," jelas dia.
Menurut dia, jika menteri dengan kinerja rendah tetap dipaksakan menjabat karena pengaruh partai tertentu, publik bakal tidak simpatik lagi terhadap organisasi politik tersebut.
"Ini menurut saya fenomena yang unik yang terjadi di pemerintahan sekarang karena basisnya beda. Memang ada konsolidasi politik, stabilitas politik, tapi kinerja menjadi ukuran yang menonjol, sehingga sulit adanya bantahan jika terjadi perombakan kabinet," ujar Jeirry.