REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Persidangan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Nasrulloh Nasution meminta Majelis Hakim yang memutuskan kasus penodaan agama dengan terdakwa BTP atau Ahok, untuk tetap taat hukum dan aturan perundang-undangan. Ia mengingatkan pentingnya Majelis Hakim tetap mentaati Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) nomor 11/1964 yang menegaskan penghinaan terhadap agama harus dihukum berat.
Nasrulloh menegaskan, hingga saat ini Surat Edaran MA tersebut belum ada penggantian atau pencabutan oleh MA. "Mengingatkan kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara agar patuh dan taat terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut dan berpatokan terhadap yurisprudensi atas perkara yang sama," kata Nasrulloh kepada Republika.co.id, Senin (24/4).
Selain itu, ia menegaskan, Majelis Hakim harusnya menjadikan setiap kasus penodaan agama sebagai terobosan hukum, agar tidak terulang kembali. Terlebih bila kasus penodaan agama dilakukan oleh pejabat publik, seperti terdakwa Ahok.
Untuk pelajaran hukum, kata Nasrulloh, hakim harus memberikan hukum yang berat seperti mencabut hak politiknya selama peroses hukum dan atau pada saat menjalankan vonis.
Sebelumnya, di sidang penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, JPU menuntut dua tahun hukuman percobaan dan setahun hukuman penjara. Tuntutan JPU ini dinilai jauh dari rasa keadilan publik, dan tuntutan tersebut jauh dari fakta di persidangan yang telah digelar.