REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dituntut hukuman satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Tuntutan percobaan ini dibacakan JPU dalam sidang ke 20 kasus di auditorium gedung Kementerian Pertanian RI, Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (20/4).
Koordinator Persidangan Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF-MUI) Nasrulloh Nasution kecewa dengan putusan JPU tersebut. Nasrulloh mengungkapkan kekecewanya kepada JPU ini karena Ahok tidak dituntut dengan pasal penodaan agama.
"JPU dalam surat tuntutan telah menguraikan bahwa Ahok terbukti menista agama Islam, tapi yang dipakai dakwaan alternatif Pasal 156 KUHP, bukan yang seharusnya yaitu Pasal 156a huruf a KUHP," katanya kepada Republika.co.id, Kamis (20/4).
Ia juga menyesalkan JPU yang tidak menuntut hukuman maksimal kepada Ahok. Menurut ketentuan Pasal 156a huruf a KUHP ancaman maksimalnya adalah lima tahun penjara sementara Pasal 156 KUHP empat tahun penjara.
"Dengan adanya tuntutan pidana penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun, itu artinya Ahok tidak akan menjalankan pidananya di penjara, melainkan hanya wajib lapor saja selama dua tahun. Tidak hanya itu, tuntutan Pasal 156 KUHP yang ancaman pidananya empat tahun akan dijadikan dalih Kemendagri untuk tidak memberhentikan Ahok," kata Nasrulloh.
Lebih lanjut ia membandingkan tuntutan pidana yang ditujukan kepada para pelaku penistaan agama yang sudah diadili dan dijatuhi pidana, semuanya dituntut dan dipidana penjara.