Rabu 19 Apr 2017 06:18 WIB
Pilkada DKI

Pengamat: Bagi-Bagi Sembako Buat Rusak Demokrasi di Jakarta

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi bagi-bagi sembako saat pilkada.
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi bagi-bagi sembako saat pilkada.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengakui persaingan dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua kali ini kian sengit. Terutama, menjelang hari pemungutan suara pada 19 April 2017.

Sebab, isu yang dibawa ke permukaan tidak lagi soal suku, ras dan agama, tapi sudah mengarah kepada politik uang dan intimidasi terhadap pemilih. Selain merusak pemilu itu sendiri, politik uang membuat biaya pemenangan semakin mahal dan memicu korupsi.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyatakan politik uang yang membahayakan ini mendasari pemuatan tentang larangan dan sanksi politik uang dalam UU Pemilu, termasuk UU NOmor 10 Tahun 2016 tentang pilkada.

"Dalam Pilkada DKI Jakarta, politik uang diduga dilakukan oleh tim sukses atau simpatisan kedua pasang calon. Dilihat dari berita dan gambar yang telah tersebar, politik uang tersebut berbentuk pembagian sembako beserta selebaran ajakan untuk memilih calon tertentu," kata dia, Selasa (18/4).

Menurut Titi, besar kemungkinan cara ilegal tersebut dilakukan karena pertarungan semakin sengit dan kiat dekatnya momen pemungutan suara. Terlebih, prediksi selisih suara antara dua pasang calon di Pilgub DKI makin tipis.

"Cara instan yang diterapkan ini, apabila benar terjadi, merusak integritas pasangan calon, pemilu, dan proses demokratisasi di Jakarta," kata dia.

Karena itu, Titi mengatakan, Bawaslu DKI harus terus memproses dengan cepat kejahatan yang terjadi dalam Pilgub DKI 2017 ini. Hal ini diperlukan demi terwujudnya pemilu yang berintegrtias dan ada efek jera bagi pelaku politik uang, siapapun pelaku intelektualnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement