Rabu 19 Apr 2017 05:33 WIB
Pilkada DKI

JPPR: Bawaslu Harus Tindak Pelaku Pembagian Sembako di Pilkada

Ilustrasi Bagi-bagi Sembako saat pilkada
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Bagi-bagi Sembako saat pilkada

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta menindak pelaku kasus pembagian sembako, pada masa tenang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, sesuai hukum berlaku.

"Tindakan yang paling jitu adalah menegakkan hukum secara maksimal dan menindak praktik-praktik politik transaksional yang berlangsung di kalangan pemilih. Hal itu agar kedepannya praktik tersebut tidak terulang," ujar Koordinator Nasional JPPR Masykurudin Hafidz di Jakarta, Selasa (18/4).

Ia menjelaskan sejumlah kasus pembagian sembako pada masa tenang pemilu, secara langsung telah merugikan masyarakat ibu kota yang menjadi pemilih. "Jelas, hal ini mengurangi kualitas masa tenang. Pemilih yang semestinya dapat dengan mandiri mendalami gagasan-gagasan pasangan calon dan menentukan pilihan, terganggu dengan kejadian-kejadian tersebut," kata Hafidz.

Menurut data JPPR, informasi terkait pembagian barang, baik gratis maupun berbayar, telah memenuhi ruang publik secara masif melalui pesan berantai dan media sosial. Selain itu, sejumlah temuan adanya praktik pembagian sembako di berbagai lokasi, yang dilakukan masing-masing tim pasangan calon pada Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, juga telah sampai laporannya kepada Bawaslu DKI Jakarta.

"Jadi kasus ini kini menjadi tanggung jawab Bawaslu DKI. Bagaimana melakukan tindakan hukum terhadap indikasi politik uang tersebut," tuturnya.

Masykurudin menambahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur ancaman berat terhadap praktik politik uang, tidak hanya pada pemberi, tetapi penerima juga bakal mendapatkan hukuman.

"Setiap orang yang terlibat dalam politik uang dapat dihukum penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Tidak hanya hukuman badan, hukuman juga berbentuk denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar," terangnya kemudian.

Namun, ancaman hukuman tersebut tidak akan ada dampaknya, jika tidak ada penegakan dari Bawaslu DKI Jakarta. "Dengan jumlah pengawas yang sudah terbentuk di lingkungan Tempat Pemungutan Suara, sesungguhnya tidak sulit bagi Bawaslu untuk mendeteksi secara langsung kejadian tersebut".

"Selanjutnya, penegakan hukum terhadap pelanggaran pilkada adalah cara paling ampuh agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali," kata Masykurudin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement